Kisah ini hanya menceritakan setiap detik yang aku rasakan setiap kali merindukannya. Dia bukan orang hebat, dia bukan anak dari orang ternama, dia bukan orang kaya, dia sama denganku hanya manusia sederhana yang menyandarkan tubuhnya pada Tuhan.
Dia memiliki nama yang begitu familiar jika kau tahu, karena tak hanya satu atau dua orang yang memiliki nama yang sama dengannya. Aku sudah sering mencari namanya di sosial media. Namanya terlalu familiar hingga aku kecapaian untuk mencari nama mana yang aku cari. Terkadang aku bingung dengan namanya, apa menggunakan F, P, atau Y? Aku tidak tahu itu. Aku juga sudah mencari nama itu di beberapa akun teman-teman kami, tapi tak ada satupun yang aku temukan.
Aku beralih mencarinya melalui nama tempat-tempat yang berada di sekitar rumahnya. Dari berpuluh-puluh photo yang ada di tempat itu tak ada satupun yang menunjukkan keberadaannya. Itu benar-benar membuatku lelah.
Aku melakukan hal itu kurang lebih enam tahun. Aku sendiri tidak tahu bagaimana aku bisa bertahan selama itu. Namun setiap kali aku mengingat usahaku yang tak pernah memberikan hasil, yang aku inginkan rasanya sungguh menyakitkan. Aku selalu menitikkan air mata kekecewaan yang entah sampai kapan mengalir karenanya. Bahkan sekarang mataku sudah basah dengan berlinang air mata. Aku punya banyak kesempatan meninggalkannya, punya banyak alasan untuk bersama orang lain selain dirinya, tapi semua itu tidak berbanding dengan kesempatanku untuk mencari langsung dirinya.
Aku sungguh merindukan wajah merahnya. Dia pria kecilku. Dia laki-laki yang pertama kali berani masuk ke dalam mimpiku. Laki-laki yang berani melawanku. Laki-laki yang tak pernah membiarkanku menangis, walaupun sekarang aku sedang menangis menantikannya. Sebenarnya aku tidak ingin dirinya tahu tentang keadaanku sekarang ini, hanya saja aku berharap dia membaca ini.
Mungkin ini lebih mirip sebuah surat dari pada sebuah cerita. Aku seolah sedang mengirimkan pesan pada laki-laki itu. Aku hanya merindukan dirinya. Aku hanya sedih karena sebegitu sulitnya kami untuk bertemu kembali. Atau mungkin saja tidak akan bertemu kembali.
Ini bukan kali pertama aku berpikir demikian. Sebelumnya aku sempat berpikir jika dirinya telah melupakan diriku, melupakan semua tentangku. Dan mungkin saja itu terjadi, kan? Karena semua itu sudah terjadi enam tahun lalu. Apalagi ketika itu usiaku baru sepuluh tahun dan usianya baru sebelas tahun, jadi wajar saja jika dia sampai lupa.
Setiap mengingat itu aku selalu lelah, lelah akan semua pertanyaan tentang dirinya yang tak kunjung terjawab. Aku tidak tahu sampai kapan semua pertanyaan itu berhenti mengalir dari kepalaku. Yang ku tahu hanya keinginanku untuk melihat keadaannya. Sekalipun aku hanya melihatnya dari jauh, aku akan sangat senang karena setidaknya aku bisa tenang dengan kondisinya itu, juga jika kondisinya baik.
Aku juga sering teringat dengan temanku yang juga menyukainya. Mungkin mereka pernah bersama atau bahkan sekarang sedang bersama karena aku tahu mereka saling menyukai. Berbeda halnya dengan diriku yang memilih bungkam pada semua orang mengenai perasaanku ketika itu. Ketika itu aku masih terlalu polos untuk mengetahui apa yang benar-benar aku rasakan. Lagi pula teman wanitaku itu jauh lebih baik daripada diriku. Ia sebenarnya sangat cocok dengan dirinya, tapi namanya juga perasaan pasti sangat sulit untuk dinegosiasi.
Dan begitulah, seiring berjalannya waktu aku membiasakan diriku untuk tidak melihat kehadirannya di hari-hari dulu. Ada beberapa laki-laki yang datang dan berakhir menyakiti atau tersakiti. Bukannya aku tidak ingin membuka hati untuk mereka hanya saja aku tidak sanggup, aku tidak sanggup membuat dirinya kecewa karena aku tidak mau mengecewakan. Lalu bagaimana dengan laki-laki tadi? Aku juga tidak tahu.
Aku tidak tahu apalagi yang bisa aku tuliskan mengenai rindu dan menungguku ini. Sebenarnya semua yang kukatakan tak cukup mewakili apa yang kurasakan sejauh ini. Aku sering melamun, membayangkan kata-kata yang sesuai dengan apa yang ingin aku ungkapkan.
Karena selama ini fokusku hanya mencari keberadaan dirinya. Semoga dia juga melakukan apa yang kulakukan selama ini.
Beberapa bulan terakhir aku sudah mulai mengurangi aktifitasku mencarinya. Bukan karena aku menyerah, bukan. Itu karena aku sering sakit-sakitan. Entah penyakit apa yang aku derita. Sekalipun dokter memberi tahu apa penyakitku, aku langsung lupa dengan apa yang dikatakan dokter tadi. Aku juga sudah mulai sibuk dengan beberapa kegiatan sekolah. Namun tetap saja semuanya tidak ada apa-apanya. Karena selama ini fokusku hanya mencari keberadaan dirinya. Semoga dia juga melakukan apa yang kulakukan selama ini. Jika tidak, semoga saja dia sedang bahagia sekarang.
Author : Evve
Pict Source : Here
0 komentar: