Belum lama ini, kami kehilangan salah satu kerabat. Dia masih sangat muda, lebih muda dari adik bungsuku. Akan tetapi memang tidak ada yang tahu kan kapan ajal akan datang? Dia tidak mengenal usia, tidak membedakan kaya atau miskin, sehat atau pun sakit, dia pasti datang jika waktunya tiba.
Kehilangan. Pasti semua orang merasa kehilangan saat seseorang yang ada di hidupnya pergi meninggalkan dunia. Namun rasa kehilangan kali ini begitu menyakitkan. Saudara kami, dia meninggalkan kami dengan begitu banyak pertanyaan. Begitu banyak penyesalan dan kemarahan. Sulit bagi kami untuk percaya bahwa dia telah pergi meninggalkan kami. Bukan, bukan itu yang membuat hati kami hancur. Namun sulit bagi kami untuk menerima bahwa kekasihnya lah yang telah merenggut nyawanya. Hidupnya berakhir di tangan orang yang dia cintai. Tepat pada hari ulang tahunnya.
Laki-laki itu, kami mengenalnya. Kami bertemu beberapa kali dalam acara keluarga. Aku memang tidak akrab dengannya, tapi kami pernah berbincang. Dia pernah menggendong putriku di salah satu pertemuan kami. Perawakannya kecil. Dia terlihat ramah dan murah senyum. Ahh…mengingatnya membuat hatiku terasa panas. Aku benci orang itu!
Hari itu, pagi-pagi sekali, ayahku mengetuk pintu kamarku dengan tergesa-gesa. Aku yang masih setengah bingung membangunkan suamiku dan menggendong putriku yang masih terlelap. Kami menuju rumah duka. Aku tidak bisa menangis. Aku harus menata hatiku karena putriku akan merasa tidak nyaman jika hatiku gelisah.
Tentu saja itu tidak mudah. Apalagi saat sepupuku menceritakan apa yang terjadi. Tangisku pecah. Aku tak bisa lagi menahan air mataku. Aku sebisa mungkin menghentikan tangisku. Aku tidak ingin membuat kedua orangtua yang sedang berduka menjadi semakin sedih karena melihatku menangis.
Aku melihat mereka dari kejauhan. Mereka hanya diam. Sesekali mereka menggumamkan doa. Terlihat jelas kesedihan di mata mereka. Beberapa kali air mata menetes, mereka menyekanya dengan segera dan kembali menggumamkan doa. Aku tidak berani mengatakan apapun.
Hari itu terasa sangat lama. Kami hanya bisa menunggu. Kami berencana memakamkan jenazah hari itu. Namun proses autopsi berjalan begitu lama. Pukul 10 malam, jenazah baru tiba di rumah duka. Tangis kami kembali pecah. Karena sudah terlalu larut, jenazah segera disholatkan dan acara pemakaman segera dimulai. Kami bahkan tak sempat melihatnya untuk terakhir kalinya.
Dia benar-benar telah pergi untuk selamanya. Aku tak bisa lagi bertemu dengannya, tak bisa berbicara dan bercanda dengannya. Aku bahkan lupa kapan terakhir kali bertemu langsung dengannya. Meski jarang bertemu aku masih sering chatting dengannya. Aku sering mengomentari status maupun display picture di BBMnya. Aku menanyakan keadaannya saat dia mengeluh dalam statusnya. Ahh... seandainya aku lebih peduli dan menanggapinya dengan lebih serius. Namun aku hanya sedikit menghiburnya karena takut mengganggunya jika dia hendak beristirahat. Karena aku sering hanya bisa menyapanya di waktu malam ketika sudah larut. Dari dulu dia termasuk anak yang mudah sakit ringan. Dan karena aku tahu pekerjaannya yang mengharuskan dia berjam-jam didepan laptop, itu sungguh sangat melelahkan.
Mungkin aku salah. Seharusnya aku memaksanya untuk bercerita. Seharusnya aku menemuinya dan memeluknya agar dia menjadi lebih kuat menghadapi masalahnya. Karena ternyata, kesedihan kami harus berlipat saat kami mengetahui bahwa dia tengah mengandung seorang bayi. Calon anggota baru keluarga kami. Dia turut pergi bersama ibunya, sebelum sempat melihat dunia.
Aku memeluk anakku erat. Bagaimana seseorang yang aku kenal tega membunuh orang yang dicintainya, dengan calon bayi dalam kandungannya. Entah apa masalah yang terjadi di antara mereka, aku tak sanggup menerima alasan apapun atas tindakannya.
Dalam beberapa hari aku hanya bisa menangis. Dengan semua penyesalan dan kemarahan. Hingga saat ini pun aku masih menangis saat mengingatnya. Aku menerima semua yang telah terjadi sebagai ketetapan dari-Nya. Namun air mataku tak pernah bisa kutahan saat dia memberontak keluar.
Peristiwa ini membuat hati kami hancur, tapi tidak hidup kami. Kami akan berusaha bangkit dan menata hati. Terutama bagiku. Aku akan berusaha untuk tetap sadar. Demi putriku yang baru belajar tumbuh dan mengenal dunia ini. Aku akan berusaha untuk menjaga emosi, mendampinginya dengan hati-hati. Peristiwa ini juga menyadarkanku, membuatku berusaha untuk lebih peduli, lebih peka terhadap perasaan orang lain, terhadap masalah yang mungkin terjadi pada orang-orang di sekitarku. Lebih berhati-hati dalam berteman, terlebih dalam memilih pasangan hidup bagi anak-anak kami kelak.
Peristiwa ini membuat hati kami hancur, tapi tidak hidup kami. Kami akan berusaha bangkit dan menata hati. Terutama bagiku.
Kami telah kehilangan. Kami berduka. Akan tetapi masih ada banyak hal yang kami punya. Kami akan berusaha mengobati luka ini dan perlahan bangkit. Menerima segala yang telah terjadi, dan memulai lagi lembaran-lembaran baru kehidupan kami.
Author: Lovanalova
Pict Source : Here
0 komentar: