Bicara tentang jodoh, sejak usia sembilan tahun aku sudah tahu siapa jodohku. Aku ingat waktu itu aku berdiri di depan cermin dan melihat gaun pengantin menempel di tubuhku. Aku berputar di depan cermin dan merasa sangat bahagia. Itu semua hanya delusi. Kenyataannya dia pidah ke luar kota setahun kemudian. Sebelas tahun, aku mencarinya dan terus percaya kalau dia jodohku. Setahun berikutnya aku menemukan akun media sosialnya. Dua tahun kemudian dia menikah dengan perempuan lain. Bukan aku.
Sekarang aku punya kontak line-nya dengan foto profil anak laki-laki yang gemuk dan lucu. Lalu apa aku menggodanya dan berusaha merebut dia dari anak dan istrinya? Apa aku mencoba memutarkan rekaman masa kecil kita dan mengatakan kalau selama ini aku menyukainya? Atau jangan-jangan aku diam-diam berdoa agar dia bercerai? Tidak. Aku tidak pernah melakukan apa pun. Baik itu sejak aku berusia sembilan tahun sampai sekarang aku tak pernah menyentuh, menyapa, apalagi mengatakan aku menyukainya.
Dulu aku percaya kalau jodoh ada di tangan Tuhan. Aku cukup mengimani hal tersebut dan tidak melakukan apa pun. Saat dia melihatku bermain di taman, aku tidak pernah mengajaknya bermain bersama. Saat di balik kaca aku lihat dia pergi dengan ransel penuh dan koper besar, aku tidak keluar dan mencegahnya pergi. Saat aku menemukan akun media sosialnya, aku tak mengenalkan diri dan mengajaknya bertemu. Bahkan saat dia menikah, aku tak sempat menyatakan perasaanku. Aku diam-diam terjatuh sangat dalam. Seperti lebih baik mati.
Aku memaki Sang Empunya Hidup dan aku menyesal telah mengimani-Nya. Aku marah. Sangat marah. Kenapa Tuhan tidak menjodohkan aku dengannya? Aku hanya ingin dia.
Namun Tuhan Maha Sabar. Dia tidak menghukumku. Dia justru mengajakku bercanda. Tiga tahun aku merasa serba salah menjalani hidup, di tiga kota aku mencari pekerjaan dan hati lain untuk menetap. Namun tidak pernah tahan lama, aku merasa tak punya tujuan hidup. Hingga di akhir tahun 2016 pelan-pelan aku mendegar Tuhan berbicara denganku.
Begitu Tuhan sangat menyayangiku. Seperti menunjukan mentari yang terbit dan tenggelam, Tuhan menghadirkan dan memisahkanku dengan orang-orang yang tulus menaruh perasaannya padaku. Hanya saja saat itu aku tidak bersyukur dan tidak memanfaatkan kesempatan.
Sekarang aku paham, Tuhan memang memegang pena kehidupan dan berkuasa menuliskan nama jodoh kita di tangan, namun hanya kita yang dapat menggerakan tangan. Jika di waktu lalu aku mengepalkan tangan erat tanpa pernah mengulurkan tangan. Kini tanganku akan terulur pada seseorang yang namanya tertulis di tanganku, berusaha menjangkaunya, menggengam tangannya erat, dan mempertahankannya.
Jodoh ada di tangan kita. Tuhan yang menciptakannya.
Author : Wishoshi
Pict Source : Here
0 komentar: