Pagi
ini di kota Tepian -Samarinda- langit tampak begitu cerah. Biru laut
mendominasi, dengan sedikit hiasan putih awan bagai kapas lembut. Sesuai dengan
jadwal yang telah ku susun semalam, aku berniat menjenguk dosenku yang sedang
sakit. Bersama temanku sekelas (saat masih kuliah) kita pergi ke rumah beliau.
Kulihat istri beliau yang sedang bencengkrama hangat dengan mahasiswa lain yang
juga sedang menjenguk bapak. Wajah ibu itu selalu dipenuhi senyuman, meskipun
kita tahu bahwa beliau juga lelah.
Sepanjang
yang aku ingat, dosenku itu orang yang sangat karismatik, berwibawa, tegas dan
disiplin. Meskipun berkarakter keras, beliau memberikan nilai sesuai dengan
kapasistas mahasiswanya. Memang banyak orang yang tidak suka dengan beliau, ya
karena banyak mahasiswa yang mendapatkan nilai D dan E di mata kuliah yang
beliau ampu. Dulu aku juga tidak suka, hingga keluar SK kalau beliau adalah
pembimbing akademik sekaligus dospem 1 skripsi ku. Jadi mau apalagi, selain
menerima kenyataan. Hehe
Semua
itu berubah saat beliau mulai sakit di tahun 2014. Fisik tua yang kian melemah
memaksa beliau untuk istirahat di rumah bahkan keluar masuk rumah sakit. Berbagai
tempat pengobatan baik medis dan non medis sudah didatangi, namun kesehatan
beliau tidak bisa pulih 100%. Bahkan terkadang semakin memburuk.
Aku
yang dulu jarang berkunjung ke rumah beliau, jadi sering untuk mendengarkan ibu
bercerita. Ibu tidak pernah mengeluh dengan keadaan suaminya. Wanita yang
sangat tegar. Anaknya ada di luar kota dan luar negeri, tidak ada yang disuruh
pulang untuk membantu merawat bapak. Semua dilakukannya sendiri. Keluar masuk
rumah sakit beliau sendiri yang antar bapak, dengan cara apapun bahkan dengan digendong
sekalipun.
Ibu
berkata, “ini ujian yang Allah titipkan untuk ibu. Ibu cuman bisa pasrah dan
ikhtiar aja, diikhlaskan aja. Bapak dulu sehat, kerja sampai tidak ingat waktu.
Ibu dulu sibuk ngejar karir. Anak-anak sibuk disekolahkan di luar kota semua.
Rumah ada tapi tidak ada yang menghuni. Tapi sekarang, bapak dan ibu bisa
berduaan seperti masih pacaran. Kita sekarang bisa makan berdua, jalan berdua,
kemana-mana berdua. Ibu ikut bapak ngajar, terkadang bapak ikut ibu ke salon.
Semua terasa indah sekarang. Semua ada hikmahnya, tinggal kita yang pintar
memetiknya aja”.
Kondisi
terakhir bapak saat masuk rumah sakit, sudah sampai tidak mengingat siapapun
termasuk istirnya, karena pedarahan di otak. Tubuhnya bengkak efek cairan impus
dan gangguan fungsi ginjal. Sempat juga tidak bisa melihat, saat kadar gula
darahnya mencapai 700.
Cobaan
yang sangat besar ku pikir buat ibu tersebut. Tetapi karena cinta terhadap
suaminya dan keikhlasan kepada Tuhannya memberikan kekuatan yang tidak terduga.
Beliau selalu berpikir tidak mau menyesal dikemudian hari karena tidak merawat sang suami dengan penuh kesabaran dan kesungguhan.
Author : : @endangwr
Pict Source : Here
0 komentar: