Aku adalah seorang gadis yang sedang melakukan perjalanan menuju puncak kesuksesan dalam kehidupan. Mai nama panggilan gadisku. Apapun arti nama panggilanku itu, aku berharap ia bisa menjadi doa dalam mengiringi perjalanan hidupku. Meskipun sejatinya, kata “Mai” itu tak memiliki arti jika tidak disandingkan dengan “Khu dan da” menjadi “Khumaida” yang artinya terpuji. Aku terlahir dalam keluarga sederhana. Bisa dibilang ekonomi keluargaku termasuk golongan menengah ke bawah. Namun dengan segala keterbatasan yang kami miliki, keluargaku tampak seperti orang biasa yang tak kekurangan suatu apapun. Sebagai anak pertama, aku yang dapat merasakan ketidaknyamanan ekonomi keluargaku. Tapi inilah kehidupan, sesulit apapun perjalananku dan sebanyak apapun rintangan yang ada di jalanku, aku akan tetap sampai di puncak jika diri ini terus berusaha untuk menempuh perjalanan itu.
Sejak kecil, aku selalu rajin belajar. Juara satu dan bintang kelas selalu ku raih. Aku berharap dengan apa yang aku dapatkan, aku bisa memulai jalan menuju puncak kesuksesan itu. Menjadi perempuan yang mandiri dan bisa mengangkat martabat keluarga adalah tujuan utamaku. Tujuan untuk mengawali kesuksesanku. Sejak duduk di bangku SMP, aku sudah dituntut mandiri oleh kakak sepupuku. Mas Rif’an, dia yang menemani perjalananku menuju puncak itu.
Aku memulainya dengan membantu mengajar di bimbingan belajar yang didirikan dan dikelola Mas Rif’an. Dari sini, aku mendapat pengalaman mengajar yang sangat berharga untuk bekal perjalananku. Ketika aku masuk SMA dan Mas Rif’an telah menyelesaikan pendidikan strata satunya, lembaga bimbingan belajar yang dikelolanya diberikan padaku. Dari sinilah, aku bisa memperoleh penghasilan tetap untuk membiayai kehidupanku dan adikku, terlebih aku juga bisa membantu orang tuaku. Aku juga sering mengikuti lomba yang hasilnya bisa menunjang kebutuhan pendidikanku, seperti buku-buku dan biaya SPP. Dari prestasi yang ku miliki, ikhtiar, doa dan semangatku dalam perjalanan itu, aku semakin merasakan bahwa pintu kesuksesan itu semakin dekat. Bahkan puncak yang telah lama ku nanti sedikit lagi akan ku raih. Aku merasa telah berada di kaki gunung. Siapa yang tak bahagia ? Aku bisa melanjutkan pendidikan sampai bangku SMA dengan usahaku sendiri. Aku bisa membantu orang tuaku, bahkan aku sudah bisa membeli motor dari hasil keringatku sendiri.
Setahun aku duduk di bangku SMA, hobi menulisku mulai membuahkan hasil. Aku bisa bekerja menjadi penulis tetap website salah satu koperasi syariah di kabupatenku. Pekerjaan freelance yang sangat menguntungkan bagiku. Aku juga mengajar privat dua anak sekaligus. Dalam hariku seakan tak ada waktu yang terbuang. Semua waktuku telah tertukar dengan rupiah yang aku dapatkan. Kondisi yang seperti ini telah membuatku terlena. Aku menganggap semua akan tetap berjalan mulus hingga aku mencapai puncak itu. Aku lupa jika dalam setiap petualangan hidup pasti akan ada rintangan dan batu-batu penghalang dalam jalan mulus sekalipun.
Batu yang membuat diriku jatuh itu berasal dari ketidakpercayaan diriku sendiri. Ketika akan melaksanakan ujian nasional tingkat SMA, aku mulai khawatir pada nilai akhirku. Tidak memilikinya banyak waktu untuk belajar membuat diriku pesimis. Dengan pertimbangan agar fokus belajar untuk menghadapi ujian nasional, aku off dari segala kegiatanku. Lembaga bimbingan belajar yang aku bubarkan, berhenti menjadi penulis tetap BMT Sidogiri dan berhenti menjadi guru les privat. Dalam anganku, aku bisa mengembalikan itu semua dengan mudah apalagi ketika aku kuliah nanti.
Namun batu itu telah membuat diriku terpeleset dan jatuh sampai ke dasar kembali. Nilai ujianku yang tidak memuaskan, beasiswa kuliahku yang gagal, bahkan aku juga gagal masuk perguruan tinggi favoritku. Segala usaha yang aku lakukan untuk kembali berjalan di jalan kesuksesanku tak ada yang berhasil. Jalan itu terlanjur licin. Aku sudah tak bisa menaiki jalan itu lagi. Aku tak bisa mengembalikan semua keberhasilan yang telah ku raih. Kini kemandirian tak lagi ada pada diriku. Aku masih melanjutkan pendidikanku agar aku bisa membangun jalan baru menuju puncak itu. Sekalipun kini aku sangat bergantung pada orang tuaku. Kehidupanku yang telah back to zero.
Sejak kecil, aku selalu rajin belajar. Juara satu dan bintang kelas selalu ku raih. Aku berharap dengan apa yang aku dapatkan, aku bisa memulai jalan menuju puncak kesuksesan itu. Menjadi perempuan yang mandiri dan bisa mengangkat martabat keluarga adalah tujuan utamaku. Tujuan untuk mengawali kesuksesanku. Sejak duduk di bangku SMP, aku sudah dituntut mandiri oleh kakak sepupuku. Mas Rif’an, dia yang menemani perjalananku menuju puncak itu.
Aku memulainya dengan membantu mengajar di bimbingan belajar yang didirikan dan dikelola Mas Rif’an. Dari sini, aku mendapat pengalaman mengajar yang sangat berharga untuk bekal perjalananku. Ketika aku masuk SMA dan Mas Rif’an telah menyelesaikan pendidikan strata satunya, lembaga bimbingan belajar yang dikelolanya diberikan padaku. Dari sinilah, aku bisa memperoleh penghasilan tetap untuk membiayai kehidupanku dan adikku, terlebih aku juga bisa membantu orang tuaku. Aku juga sering mengikuti lomba yang hasilnya bisa menunjang kebutuhan pendidikanku, seperti buku-buku dan biaya SPP. Dari prestasi yang ku miliki, ikhtiar, doa dan semangatku dalam perjalanan itu, aku semakin merasakan bahwa pintu kesuksesan itu semakin dekat. Bahkan puncak yang telah lama ku nanti sedikit lagi akan ku raih. Aku merasa telah berada di kaki gunung. Siapa yang tak bahagia ? Aku bisa melanjutkan pendidikan sampai bangku SMA dengan usahaku sendiri. Aku bisa membantu orang tuaku, bahkan aku sudah bisa membeli motor dari hasil keringatku sendiri.
Setahun aku duduk di bangku SMA, hobi menulisku mulai membuahkan hasil. Aku bisa bekerja menjadi penulis tetap website salah satu koperasi syariah di kabupatenku. Pekerjaan freelance yang sangat menguntungkan bagiku. Aku juga mengajar privat dua anak sekaligus. Dalam hariku seakan tak ada waktu yang terbuang. Semua waktuku telah tertukar dengan rupiah yang aku dapatkan. Kondisi yang seperti ini telah membuatku terlena. Aku menganggap semua akan tetap berjalan mulus hingga aku mencapai puncak itu. Aku lupa jika dalam setiap petualangan hidup pasti akan ada rintangan dan batu-batu penghalang dalam jalan mulus sekalipun.
Batu yang membuat diriku jatuh itu berasal dari ketidakpercayaan diriku sendiri. Ketika akan melaksanakan ujian nasional tingkat SMA, aku mulai khawatir pada nilai akhirku. Tidak memilikinya banyak waktu untuk belajar membuat diriku pesimis. Dengan pertimbangan agar fokus belajar untuk menghadapi ujian nasional, aku off dari segala kegiatanku. Lembaga bimbingan belajar yang aku bubarkan, berhenti menjadi penulis tetap BMT Sidogiri dan berhenti menjadi guru les privat. Dalam anganku, aku bisa mengembalikan itu semua dengan mudah apalagi ketika aku kuliah nanti.
Namun batu itu telah membuat diriku terpeleset dan jatuh sampai ke dasar kembali. Nilai ujianku yang tidak memuaskan, beasiswa kuliahku yang gagal, bahkan aku juga gagal masuk perguruan tinggi favoritku. Segala usaha yang aku lakukan untuk kembali berjalan di jalan kesuksesanku tak ada yang berhasil. Jalan itu terlanjur licin. Aku sudah tak bisa menaiki jalan itu lagi. Aku tak bisa mengembalikan semua keberhasilan yang telah ku raih. Kini kemandirian tak lagi ada pada diriku. Aku masih melanjutkan pendidikanku agar aku bisa membangun jalan baru menuju puncak itu. Sekalipun kini aku sangat bergantung pada orang tuaku. Kehidupanku yang telah back to zero.
Kini aku benar-benar berada pada titik stasioner dimana nilai turunannya selalu nol. Aku berada pada garis horizontal dalam kehidupan. Untuk merubah keadaan pada diriku, aku harus memiliki jalan dan langkah baru agar memiliki gradien untuk dapat naik menuju titik maksimum dalam kehidupanku.
Author : KA
Pict Source : https://uk.pinterest.com/explore/kickboxing-women/?lp=true
0 komentar: