Jangan pernah bercerita
tentang kemiskinan dan penderitaan padaku. Bukan berniat menyombongkan diri.
Tapi, rasanya sudah kenyang diri ini merasakan hidup dalam lingkaran keduanya.
Aku, seorang wanita
yang kini berstatus sebagai istri dan juga sekaligus ibu, memiliki kisah hidup
yang mungkin tidak dialami oleh kebanyakan orang. Aku bukan berasal dari
keluarga yang kaya raya. Bahkan, aku dilahirkan di sebuah gubuk sederhana di
pinggir rel.
Menurut cerita kedua
orangtuaku, sebenarnya ketika aku belum ada, mereka hidup dengan sangat berkecukupan
di sebuah kota kecil di dekat kota Bandung. Namun, mereka lupa akan Tuhan. Mereka
terlena dengan segala keberlimpahan harta. Kekayaan telah membuat mereka jauh
dari Sang Pencipta.
Namun, teguran itu
datang. Bapak menderita sakit, dan harus dibawa ke salah satu Rumah Sakit di
Bandung. Ditemani keempat kakakku yang masih kecil-kecil, Mamah membawa Bapak
ke Bandung. Mereka tidak memikirkan apapun harta, karena yang ada dalam pikiran
adalah bagaimana bisa menyembuhkan Bapak.
Dari sinilah semua
kisah pilu itu berawal. Ketika kondisi Bapak sudah membaik, ternyata semua yang
mereka miliki hilang begitu saja. Kekayaan yang selama ini dibangga-banggakan,
sirna dalam sekejap.
Namun, itulah hidup.
Terkadang kita harus ditegur dulu, baru bisa tersadarkan. Ketika keluargaku
kehilangan semuanya, mereka kembali kepada Sang Khaliq. Mereka mendekat kepada
Ilhai setelah sekian lama menjauh.
Keluargaku memulai
semuanya dari nol. Dan, atas izin-Nya, aku pun terlahir dalam kondisi ekonomi
keluarga yang sedang tidak bersahabat. Bahkan, aku seringkali sakit-sakitan
karena lingkungan tempat tinggal yang kurang sehat.
Aku tumbuh dalam kesederhanaan.
Jangan pernah berpikir ada mainan di rumah. Bahkan hingga usiaku dewasa, aku
tidak pernah sekalipun merasakan memiliki boneka seperti layaknya anak
perempuan lainnya. Hanya majalah bekas dan buku-buku cerita yang Bapak beli
dengan harga murah.
Jangan pula
membayangkan ada televisi di rumahku. Hanya ada radio sebagai sarana kami untuk
mendapat hiburan. Bagiku dan keempat kakakku bisa mendengarkan dongeng di radio
setiap pagi dan malam, adalah sebuah hiburan yang tak terhingga. Kalau memang
kami ingin menonton TV, ikut ke rumah tetangga adalah cara kami untuk
mendapatkan hiburan tambahan.
Jangan pula berpikir ada
uang jajan sebagai bekal kami sekolah. Cukup dengan sarapan di rumah dan makan
siang ketika pulang sekolah pun membuat kami bersyukur. Tidak hanya itu, aku
pun harus terus mengantongi dalam-dalam rasa malu. Setiap pagi sebelum
berangkat ke sekolah, aku dan keempat kakakku diharuskan mengantarkan kue dan
juga es mambo ke warung-warung. Setiap siang dan sore, kami pun harus mengambil
uangnya.
Tidak hanya itu, saat
yang paling aku benci ialah ketika akan menghadapi ulangan umum. Bolak-balik ke
ruang panitia adalah keharusan karena tidak memiliki kartu ujian. Bukan karena
lupa atau uangnya terpakai, tapi karena memang SPP yang belum bisa terbayar. Tak
jarang aku menangis karena malu dengan perkataan teman-teman. Bahkan seringkali
ucapan guru pun membuatku kecil hati. Saat itu, marah, kesal dan malu bercampur
aduk.
Perjalanan keluargaku
tidak berhenti sampai disitu. Aku harus merasakan pindah rumah lebih dari 19
kali. Dari satu kontrakan ke kontrakan lain, menjadi sebuah kisah yang sulit
terhapuskan. Ditipu oleh beberapa orang, hingga kami harus kehilangan
kesempatan memiliki rumah sendiri berkali-kali.
Kejadian demi kejadian itu
menjadi hikmah tersendiri bagiku. Bapak masih sering bercerita masa lalu kami
yang begitu pelik bagaikan kisah dalam sinetron atau film, bahkan ketika
sekarang anak-anaknya sudah tumbuh dewasa. Apa yang dialami selama ini menjadikanku
pelajaran tersendiri.
Ada saatnya kita harus kembali ke titik nol untuk menjadi lebih baik. Kembali ke nol adalah titik tolak untuk semakin mematut diri.
Dengan kisah yang aku dan keempat kakakku
alami sejak kecil, menjadikan kami lebih dewasa menyikapi hidup. Bagiku
pribadi, jangan sampai apa yang dialami di masa kecil, terulang lagi.
Dengan semangat itu,
aku tumbuh dengan semangat menjemput impian. Impian-impian yang dulu mungkin
sama sekali tidak mungkin terwujud, akhirnya bisa aku raih satu persatu. Satu
pelajaran terpenting bagiku, kehidupan ini ada yang Maha Mengatur. Aku tidak
ingin menjauh dari-Nya. Karena, aku tidak ingin langkah ini kembali ke titik
nol.
Author : Intan Daswan
Pict Source : https://www.google.co.id/url?sa=i&rct=j&q=&esrc=s&source=images&cd=&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjDj_eHspbUAhWHrI8KHREICy8QjxwIAw&url=https%3A%2F%2Fwww.pinterest.com%2Ftaylorvirginia7%2Fvintage-family-dinners%2F&psig=AFQjCNEeaeRvjq0LcTcmc5m21sOqyd8TYA&ust=1496191377942428
0 komentar: