Perkenalkan namaku Rini. Aku sedang menempuh pendidikan di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Kota Malang dan saat ini sedang mengerj...

Kembali ke Nol



Perkenalkan namaku Rini. Aku sedang menempuh pendidikan di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Kota Malang dan saat ini sedang mengerjakan proyek penelitian skripsi untuk mengejar gelar sarjanaku. Awalnya aku penuh semangat menjalani studiku di semester-semester akhir ini sampai pada satu titik aku benar-benar merasa terjatuh dan semuanya berubah begitu saja. Dimana aku kehilangan semangat, merasa hancur karena keadaan ekonomi, keluarga yang broken dan cinta yang kandas hanya karena suku, ras dan kasta dan budaya.

Ini adalah awal mula kisahku dimana pada liburan kuliah Semester 6 aku berkenalan secara tidak sengaja dengan seorang pria yang sering aku lihat sejak Semester 1 entah di fakultas, di jalan atau di mall, begitu sering aku berjumpa dengannya hingga saling pandang dan memberi senyuman, sebut saja dia Kay. Kay adalah mahasiswa seangkatanku yang berasal dari luar jawa. Perkenalan kami berawal dari Instagram dimana aku iseng memfollow akunnya lalu dia memfollow balik dan sejak itu kami sering chatting dan bertukar pin BBM. Perkenalan kami semakin akrab sejak perkuliahan Semester 7 dimulai sejak Kay kembali ke Malang dan saat itulah kali pertama Kay mengajakku bertemu untuk sekedar makan siang bersama. Sejak pertemuan pertama dengan Kay, aku sudah menaruh rasa kagum padanya, lebih tepatnya di awal perkuliahan tiga tahun yang lalu. Tanpa berpikir panjang lagi, aku langsung menerima tawaran makan siang bersama Kay.

Setelah pertemuan pertama dengan Kay, kami semakin sering bertemu dan pergi bersama dan sejak itu pula aku merasa Kay sudah berhasil mencuri hatiku. Setelah satu tahunan aku menutup hatiku karena pengkhianatan seseorang. Aku semakin merasakan perasaan yang berbeda saat aku bersamanya. Aku juga merasakan bahwa Kay memiliki perasaan yang sama, karena aku sering melihat Kay yang salah tingkah saat kami bersama. Kini hari-hariku tak sendiri lagi, aku sering ditemani Kay kemana pun aku pergi, mulai dari les, belanja, jalan-jalan bahkan ziara ke makam ayahku. 

Kami semakin dekat, tapi ada satu masalah diantara kami yaitu aku tahu Kay memiliki kekasih di Kalimantan . Suatu ketika sesuatu yang aku anggap mustahil terjadi, dimana Kay mengungkapkan isi hatinya padaku. Kay jatuh cinta padaku. Aku kaget dan bingung posisi Kay yang sudah memiliki kekasih dan aku tidak mungkin merusak kebahagiaan orang lain. Kay pun mulai membuka cerita mengenai hubungan percintaanya, dia menjelaskan bahwa hubungannya sudah tidak sehat, kakasihnya acuh padanya dan menaruh hati pada pria lain. Pada kondisi ini aku hanya bisa menyemangati dan menghibur Kay. Beberapa saat kemudian, Kay putus dengan pacarnya dengan alasan sudah tidak ada kecocokan dan tidak sejalan. Dan tak lama kemudian kisah cinta kami pun dimulai.

Aku dan Kay berpacaran sekitar satu tahunan, hari-hariku lebih berwarna sejak ada dia, studiku semakin berkembang baik, aku semakin semangat dan semakin memikirkan arah hubungan kami ke depannya, dan aku sempat berpikir bahwa dia adalah jawaban dari segala doa-doa dan penantianku. Sejak awal kami sudah bertekad untuk membangun hubungan yang serius, Kay sempat melontarkan perkataan, "Kalau kamu dapat suami orang jauh, kamu gimana? Lalu kamu milih ikut siapa?" Dengan tegas aku menjawab, "Ya nggak masalah. Ya ikut suamiku lah, kan aku sudah jadi tanggung jawabnya." Mendenggar jawabanku Kay langsung tersenyum dan membelai kepalaku. Ada satu hal yang Kay katakan padaku, "Mama aku sih pengennya aku dapat orang dekat-dekat saja. Mama aku trauma kalau sama orang jauh, soalnya ada kejadian di saudara aku, tapi aku kan udah gede, aku udah bisa ambil keputusan dan langkah. Aku udah tahu mana yang baik dan buruk buat aku." Mendengar hal tersebut aku semakin yakin dengan arah hubungan kami ke depannya. Masalah restu orangtuaku mereka sudah memberikan restu dan mempercayakan aku sepenuhnya pada Kay. Sedangkan pihak keluarga Kay, kami belum mendapat restu, akan tetapi kami sempat merencanakan untuk pergi ke Kalimantan bersama menemui orang tua Kay di liburan Semester 8 nanti. Tidak terasa kini kami memasuki Semester 8.

Seiring berjalannya waktu kami merasakan susah senang bersama, di setiap susahku Kay selalu ada, di setiap jatuhnya Kay aku selalu ada, sampai ketika Kay kehilangan barang berharganya. Ketika sedang beribadah, saat itulah konflik-konflik mulai muncul. Sejak kejadian itu, kali pertama aku memberanikan diri menghubungi ibu Kay dan kali pertama aku berbicara dengan ibu Kay melalui telepon. Di posisi ini aku mengakui sebagai teman Kay, meskipun pasti ibunya tidak akan percaya. Aku tahu ibu Kay tidak ingin anaknya pacaran, anaknya harus fokus kuliah, maka dari itu aku mengaku sebagai teman Kay. Sejak peristiwa itu konflik-konflik mulai muncul. Kay semakin tidak ada waktu untukku, bahkan lebih asik dengan teman-teman sesukunya, bahkan menanyakan kabarku saja jarang. Aku mulai merasa Kay berubah sejak kejadian itu dan sejak berkumpul dengan teman-teman barunya, kondisi ini berjalan cukup lama.

Semakin lama, aku semakin merasa sendiri, sepi hari-hariku. Semakin sepi dan tak seindah dulu lagi. Studiku mengalami kemunduran, Kay semakin sering menghilang, semakin asik dengan game, tugas dan teman-temannya sampai suatu malam aku berdebat hebat dengan Kay sebagai bentuk protesku terhadap kay dimana saat itu aku sedang dalam kondisi emosi yang tidak baik dan Kay juga dalam keadaan yang demikian sampai Kay memutuskan untuk mengakhiri hubungan kami. 

Selama dua bulan pasca perpisahan, aku sangat galau. Aku sedih berkepanjangan dan tidak terima. Aku selalu mengajak Kay untuk kembali bersama, sampai pada akhirnya setelah cukup lama aku tahu alasan kenapa kami tidak bisa kembali bersama, semua hanya karena RAS, SUKU dan kasta. Mendengar jawaban Kay, aku cukup sedih. Aku memang bukan orang turunan syarif/syarifah seperti Kay. Sukuku tidak jelas dan aku hanya anak orang biasa. Bagi Kay menjaga kemurnian darah adalah hal yang penting, entah itu memang benar atau hanya alasan klasik semata. Semua sudah tidak bisa diusahakan lagi dan aku juga tahu Kay mendekati wanita-wanita sesukunya. Aku sempat menangis dan mengumpat pada Tuhan. Tuhan kenapa aku tidak lahir se-suku, se-ras, se-kasta dengan Kay. Dan aku sempat berkata pada Kay, "Kalau aku bisa milih, aku mau lahir se-suku, ras dan kasta yang sama kamu. Aku memang bukan orang dari daerah kamu, tapi suatu saat siapa yang tahu kalau aku jadi orang daerah kamu/jadi jodoh kamu." Lalu dengan sombong Kay berkata, "Aku akan menentang takdirku. Aku tidak akan mau menikah dengan orang jauh. Aku sekarang sedang dekat dengan seseorang, dia adalah turunan raja." Dengan berat hati aku tidak bisa berkata apa-apa, aku merasa direndahkan dari segi suku, ras dan kasta. Kay meminta maaf padaku karena semua sudah tidak bisa diteruskan lagi. Terlebih lagi, mama Kay dan teman-teman Kay memiliki pendapat yang cukup mendoktrin Kay, yaitu jangan cari orang jauh, cari orang dekat saja, berat di ongkos dan masalah keturunan-keturunan.

Hari-hariku makin kelabu. Setiap malam aku menangis dan meratapi nasibku, orang yang ku perjuangkan mati-matian, ku korbankan waktu, materi dan segala hal, tapi nyatanya aku dibuang begitu saja. Pasca perpisahanku dengan Kay, aku memilih menata hatiku dan memutuskan menata ulang semua mulai dari nol, aku tidak bisa terus-terusan galau. Masih ada Ibu yang harus aku bahagiakan dan aku muliakan. Masih ada mimpi yang harus aku kejar. Aku mulai menyibukan diri dengan banyak kegiatan, perihal perasaan aku memilih menitipkan segala perasaanku dan menitipkan Kay pada Tuhan dengan harapan kelak dipertemukan atau dipersatukan kembali disaat yang tepat, bila Tuhan menghendaki. Tugasku hanya mendoakan kebaikan untuknya dan mengamatinya dari jauh. Semoga Tuhan senantiasa menjaga dan melindunginya. Akupun mulai memperbaiki diri dari segi apapun dalam hidupku dan mencoba bangkit dari nol lagi. Mulai mengerjakan penelitian skripsiku lagi, mulai memikirkan langkahku kedepannya dan semua aku tekadkan untuk membahagiakan ibuku, mengangkat derajat ibuku dari penghinaan suku, ras, kasta yang kami alami. Sejujurnya masalah suku, ras, dan kasta bisa diperjuangkan asalkan ada niat dan tekad. Akan tetapi Kay tidak mau memilihku dan memperjuangkanku dan aku harus terima kenyataan.

Kini aku memilih kembali ke nol, kembali menata semua, kembali menata hidupku lagi, meski semua tidaklah semudah yang aku bayangkan. 

Ini adalah perjalanan kisah cintaku, dimana aku pernah menyayangi seseorang dengan tulus dan keterlaluan, sampai aku dikhianati dan ditinggalkan begitu saja hanya karena suku, ras, dan kasta. Kini aku memilih kembali ke nol, kembali menata semua, kembali menata hidupku lagi, meski semua tidaklah semudah yang aku bayangkan. Masalah asmara aku memilih berhenti, aku fokuskan memantaskan diri dan berhijrah.



Author: Rini
Pict Source: Here

0 komentar: