Ketika dunia berputar, meninggikan dan merendahkanku di waktu yang tak tentu. Ada satu tempat yang selalu sama dan tak berubah oleh waktu. Rumah kita.
Aku tidak menyalahkan dunia yang berputar atau menyalahkan waktu yang selalu memberikan kejutan tiap detiknya. Aku tahu ada saatnya aku merasa tinggi dan ada saatnya aku merasa rendah. Hanya saja aku tidak tahu kalau rasanya akan seperti ini. Menyakitkan. Lalu membuatku menangis seharian.
Semuanya terjadi tiba-tiba, ketika Ibu Kos memanggil namaku dan menceritakan masalah di kosan. Aku pikir masalah septictank mampet itu hal yang wajar. Namun ketidakwajaran terjadi ketika Ibu Kos mulai menanyakan, apa di kamar mandiku ada tulisan yang memperingati untuk tidak membuang softex di closed. Aku bilang ada dan aku tidak pernah membuang softex di closed, aku jelaskan kalau aku selalu membungkusnya dengan plastik dan membuang ke tempat sampah. Ibu Kos mulai gelapan mendengar jawabanku. Ternyata masalahnya bukan itu saja, tapi selain softex yang menjadi penyebab WC mampet ada juga kondom. Lalu ibu kos mulai cerita ngaler-ngidul, mulai dari kecurigaan penghuni kos lain karena aku satu-satunya yang lajang di situ dan terlihat membawa pacar ke kosan, sampai pembelaanya yang menjelaskan pada penghuni kos lain kalau aku dan pacarku akan menikah tahun ini.
Aku terus menatap mata Ibu Kos lama mencoba membaca arah pembicaraannya, kalau bisa aku baca sekalian pikirannya, tapi aku tak bisa. Dari situ aku tahu kalau aku sedang dituduh, dicurigai, mungkin difitnah olehnya atau penghuni kos yang lain. Aku berusaha menahan emosi yang mulai meletup-letup. Aku berusaha tenang.
Sampai malam harinya, suaminya yang sekaligus Ketua RT datang dengan jaket kulit dan wajah sangar. Bertanya kasar pada pacarku yang secara tidak langsung mengusirnya. Dia juga memperingatkan sampai memukul pintu agar aku membuka pintu, yang pada saat itu pintu terbuka lebar dan memang selalu terbuka. Padahal itu baru jam 8 malam dan kami sedang menunggu ayahku datang ke kosan. Biasanya juga dia tidak pernah semalam itu karena kami punya aturan sendiri. Kami tahu diri dan kami tahu batasan dalam pacaran. Kami tidak pernah melakukan mesum apalagi menggunakan kondom seperti yang dituduhkan. Kami pacaran sekedar nonton film bareng, makan siang bareng dan mengobrol!
Baru kali ini aku merasa direndahkan seperti itu. Seakan-akan kondom hanya digunakan untuk free-sex, mereka bodoh atau pura-pura tidak tahu, bukannya orang yang sudah menikah bisa memilih kondom jika tidak mau minum pil KB atau menggunakan alat kontrasepsi lainnya? Lalu kenapa aku yang dituduhkan?
Aku anggap dunia sedang berputar dan menjatuhkanku, membuatku rendah sekaligus hina. Pantas saja pepatah mengatakan 'fitnah lebih kejam daripada pembunuhan'.
Aku ingat di waktu lalu, saat aku jadi penghuni Kos khusus putri. Aku merasa risih karena kamar-kamar di sekitarku selalu membawa lawan jenis ke kamar. Aku pun sempat berpikiran buruk, menebak-nebak apa yang mereka lakukan di dalam kamar berduaan, apalagi kalau hujan dan pintu tertutup rapat. Aku saat itu merasa paling suci karena tidak seperti mereka. Justru aku sangat dekat dengan Ibu Kos dan anaknya yang berusia tujuh tahun. Seakan-akan meskipun aku penghuni baru di situ, aku langsung jadi unggulan Ibu Kos, jadi anak kos yang paling rajin bersih-bersih dan yang langsung jadi koordinator piket. Seakan-akan dunia berputar dan meletakanku di atas. Aku merasa tinggi.
Dunia mau berputar, salto, atau jungkir balik pun tidak akan merubah suasana rumah yang hangat. Aku selalu mendapat kepercayaan.
Bagaimana pun juga, dunia berputar hanya berlaku ketika aku 'menumpang' tinggal di tempat orang lain. Semua itu tidak berlaku di rumah. Dunia mau berputar, salto, atau jungkir balik pun tidak akan merubah suasana rumah yang hangat. Aku selalu mendapat kepercayaan. Aku selalu diterima, sekalipun aku sedang ngambekan atau sedang jahil tingkat dewa. Keceriaan dan tawa di rumah selalu membuatku bahagia. Tangisan dan kadang emosi yang meletup selalu bisa diredakan. Akan ada pelukan dan ciuman ketika aku merasa lemah. Bersender manja ketika merasa lelah karena banyak pikiran.
Rumah kita. Rumah kecil yang penghuninya cukup aneh dengan beragam aktivitas dan hobi yang berbeda-beda. Rumah sempit yang setiap malam minggunya semakin merapatkan badan dan bersama-sama menonton film horor sambil sembunyi di selimut atau latah pukul kanan kiri. Rumah sederhana, tapi bagiku istana yang megah.
Aku rindu rumah.
Author : Arlene Blom
Pict Source : Here
0 komentar: