Semarang, 2017  Assalamualaikum wr. wb. Tuan, apa kabar? Apakah semua baik-baik saja? Sudah lama kiranya kata-kata tidak terangka...

Surat Cintaku yang Pertama, Untukmu



Semarang, 2017 

Assalamualaikum wr. wb.

Tuan, apa kabar? Apakah semua baik-baik saja? Sudah lama kiranya kata-kata tidak terangkai menjadi bait demi bait yang menyapa hati kita. Hati ini terus bertanya kemanakah perginya percakapan-percakapan kita terhadulu. Apakah benar hanya berjarak, ataukan memang sengaja untuk beranjak?

Sudah tiga tahun sejak pernyataanmu kala itu, masih kuingat betul tiap huruf-huruf yang berjejer rapi membentuk sebuah kata. Kata demi kata yang menjelma sebuah kalimat. Kalimat sederhana yang bagiku tidak pernah berarti sederhana. Kuharap aku tak perlu mengingatkan apa bunyi kalimat itu. Masih ingat bukan? Atau masih mencoba mengingat? Lupa? Ah, jangan bercanda Tuan. Aku akan sangat kecewa jika ternyata engkau lupa. Tetapi tentu saja tidak, aku percaya engkau tidak akan melupakan begitu saja setiap kata yang telah kau lemparkan sebab kau bukan sosok yang mampu melakukan hal keji semacam itu.

Kau tahu Tuan? Sejak saat itu aku bukanlah aku seperti yang kau kenal saat pertama kali bertemu. Aku bukan lagi gadis SMA yang kau jumpai di serambi masjid sekolah kita tujuh tahun lalu: Pengila K-Pop, kekanak-kanakan dan tidak paham akan masa depan. Sekarang aku sudah berubah, Tuan. Memang perubahan ini tidak serta-merta karenamu, tapi tidak bisa dipungkiri bahwa peranmu tidak bisa diabaikan begitu saja dalam proses metamorfosis ini. Ya, aku sedang dan masih bermetamorfosis. Aku sendiri belum tahu pasti kapan metamorfosis ini akan sempurna, bahkan kadang aku ragu apakah benar semua ini akan berakhir dengan sempurna? Kita memang tidak akan pernah bisa untuk menerka apa yang akan terjadi kedepannya. Kita tidak bisa memesan takdir, tidak juga mampu menghitung nasib.

Ditengah ketidakpastian itu, kuingin sampaikan beribu terima kasih untukmu. Sebelumnya, rasa hormat dan terima kasihku untuk kedua orang tuamu yang telah begitu hebat dalam memberimu penghidupan, mendidikmu dengan penuh kasih sehingga engkau tumbuh dengan sangat gemilang. Aku yakin mereka pasti bangga terhadapmu, sama seperti diriku yang terlampau bangga dan kagum kepada dirimu. Tuan, terima kasih karena telah sudi mengenalku. Terima kasih untuk perasaan yang begitu bijaksana. Darimu aku belajar bahwa perhatian tidak melulu perihal pertanyaan, sebab lantunan doa lebih dari sekedar pembuktian.

Jika memang benar sederhananya hatiku tercipta untuk menemani hatimu yang teristimewa, semoga penantian yang tabah ini nyata menjelma sebuah kelak

Pada akhirnya aku hanya mampu berharap, eh, bukan berharap! kau sendiri berkata bahwa aku tidak boleh terlalu berharap. Baiklah, aku hanya mampu berdoa,“Jika memang benar sederhananya hatiku tercipta untuk menemani hatimu yang teristimewa, semoga penantian yang tabah ini nyata menjelma sebuah kelak.”

Wassalamualaium wr. wb.



Author : Auroraa
Pict Source : Here

0 komentar: