Ketika aku menulis essay ini, aku terpikir untuk menuliskan kisahku mengenai kecintaanku terhadap buku-buku, khususnya buku karya Haruki Murakami.
Orang lain yang tidak mengerti mungkin akan sulit memahami mengapa ada seseorang yang sangat mencintai buku, orang yang rela menghabiskan uangnya di toko buku bukan di sebuah cafe atau pusat perbelanjaan non-buku. Mengapa ada orang yang menghabiskan waktu berjam-jam lamanya hanya untuk memutuskan buku mana yang ingin dibeli diantara sekian banyak buku yang diinginkan. Mengapa ada orang yang mau mengurung diri dalam ruang tertutup hanya untuk membaca sebuah buku yang sangat tebal tanpa ada ganguan sedikit pun. Yah, semua itu akan sulit dimengerti oleh orang-orang biasa yang tidak mengerti akan hakikat sebuah buku, oh tentu, aku pun juga manusia biasa. Haha.
Bagiku, bisa menghabiskan waktu dan uang untuk sebuah buku yang sangat kuinginkan adalah sebuah kebahagian yang patut kugapai. Tak peduli akan larangan dari orang tua yang melarangku untuk membeli buku terus-menerus, aku masih terus membeli buku secara diam-diam. Aku harap aku tidak menjadi anak durhaka hanya karena membeli sebuah buku. Haha.
Mengenai Murakami, aku langsung jatuh cinta pada karyanya begitu aku membaca Kafka On The Shore. Dia melebihi apa yang aku inginkan dalam bercerita. Meskipun pada awalnya aku sendiri merasa tidak memahami gaya penulisan Murakami karena imajinasinya yang nyeleneh membuat banyak hal-hal yang tidak masuk akal terjadi di dalam ceritanya, tapi hebatnya Murakami hal-hal tidak masuk akal itu bisa dijelaskan hingga masuk akal. Membaca buku ini membuatku tertantang untuk memahami garis tipis antara realitas dan yang bukan. Murakami mampu membuat suatu khayalan, pemikiran, bahkan mimpi menjadi sebuah kejadian yang nyata dan bermakna. Kekuatan paling utama dari novel ini ada pada dialognya yang bagus, kadang cerdas, kadang penuh perenungan, dan kadang lucu.
Berbekal dari pengalamanku dalam membaca Kafka On The Shore, aku jadi ingin membaca karya-karyanya yang lain. Dan ketika aku tahu kalau karyanya yang berjudul 1Q84 telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, aku jadi ingin memilikinya. Sayangnya, begitu aku sampai di toko buku, aku harus memendam rasa ingin memilikinya karena harga yang terlalu mahal yakni melebihi tiga ratus ribu rupiah. Dan kuputuskan untuk menabung agar bisa membeli 1Q84.
Baru sebulan aku memutuskan untuk menabung agar bisa membeli buku Murakami, aku diberi tahu oleh temanku kalau ada toko buku yang menjual buku Murakami dengan harga murah, yakni sekitar dua ratus ribu rupiah atau lebih hemat sebanyak 37% dan tentu, tanpa berpikir panjang aku langsung membeli buku tersebut. Aku senang, akhirnya aku bisa memiliki 1Q84 tanpa perlu menunggu lebih lama lagi. Kini aku hanya perlu menabung untuk membeli karyanya yang lain yang berjudul Norwegian Wood.
...setiap orang memiliki bahagia kecilnya masing-masing. Dan bagiku, bahagia kecilku ada bersama buku-buku yang kuinginkan.
Bagiku, bahagia kecil adalah ketika aku bisa memiliki buku yang kuinginkan dan bisa membacanya dengan penuh khidmat. Mungkin rasa bahagia itu sama seperti ketika seorang pria bisa membeli jam tangan yang dia inginkan atau seorang wanita bisa membeli sepatu dan tas yang mereka inginkan dengan hasil jerih payah memerah keringat dalam mengumpulkan pundi-pundi rupiah. Dan tentu akan menjadi kebahagian tersendiri ketika mereka bisa memamerkan barang yang mereka miliki tersebut ke orang lain. Akupun begitu, hanya saja yang kupamerkan bukanlah barang-barang mewah seperti yang orang lain pamerkan dalam akun sosial mereka, yang kupamerkan hanyalah sebuah buku. Yup... hanya sebuah buku dan aku sudah bahagia hanya karena itu. Yah setiap orang memiliki bahagia kecilnya masing-masing. Dan bagiku, bahagia kecilku ada bersama buku-buku yang kuinginkan.
Author : Mena Nepa
Pict Source : Here
0 komentar: