Menjadi istri, menantu, sekaligus seorang anak yang kembali tinggal berdekatan dengan orang tua, adalah pengalaman baru untukku. Selama kurang lebih enam belas tahun, aku terbiasa hidup sendiri. Kadang akupun bertanya-tanya seperti apa rasanya tinggal dekat dengan keluarga. Perasaan itu hampir tidak bisa kuingat karena tergerus waktu. Namun akhirnya, sejak dua minggu lalu pertanyaan itu terjawab sudah.
Kembali ke kampung halaman, meninggalkan pekerjaan, teman-teman, dan kehidupan di kota besar adalah salah satu langkah besar dalam kehidupanku. Pilihan itu kuambil setelah memutuskan menikah dengan seseorang yang tinggal di kota kelahiranku. Kota kecil yang terletak di sebuah pulau kecil di barat Indonesia. Kota yang juga merupakan kota paling tua di pulau ini.
Banyak hal yang pada akhirnya membuatku bersyukur sudah memilih jalan ini. Kehidupan di kota ini, tentunya amat berbeda dengan kehidupanku selama enam belas tahun belakangan. Di sini segalanya terasa tenang. Tidak ada hiruk pikuk dan kebisingan yang biasa kita temui di kota besar. Tidak ada kemacetan dan udaranya pun terasa sangat bersih. Hal yang paling menarik, ke bagian manapun kita berjalan, akan disuguhkan pemandangan pantai yang masih asli. Ritme hidup masyarakat di sini amat santai. Mereka seperti menikmati apapun yang sedang mereka lakukan, tanpa perlu merasa terburu-buru karena dikejar waktu.
Ini adalah salah satu bahagiaku. Berbagi cinta di kota tua. Bersama orang-orang terkasih.Satu lagi pengaturan Tuhan yang aku syukuri. Saat ini aku tinggal bersama suami dan ibu mertuaku di rumah yang jaraknya sangat dekat dengan rumah ibuku. Aku tidak pernah menganggap bahwa berjodoh dengan tetangga sendiri adalah sebuah kebetulan. Aku selalu percaya Tuhan mengatur segalanya dengan sempurna. Saat ini aku diberikan kesempatan untuk mengganti waktu enam belas tahun yang sudah lewat untuk lebih menunjukkan baktiku kepada orang tua.
Kalian tahu? Hal sesederhana mengantarkan sarapan untuk ibu tersayang dapat membuatku merasa sangat senang. Sebagai seorang anak yang tinggal dengan orang tua hanya sampai sekolah menengah pertama, aku baru merasakan lagi nikmatnya membahagiakan orang tua dari dekat dan secara langsung. Melihat senyum senang di wajah ibu ketika merasakan perhatian kecil dari anak yang biasanya jauh darinya, yang biasanya hanya bertemu setahun sekali, membuat hatiku terasa hangat. Mendengar secara langsung cerita-cerita tentang kesehariannya tanpa perantara handphone, adalah sesuatu yang tidak bisa dibeli dengan apapun. Mungkin bagi sebagian orang itu hal yang biasa, tapi tidak untukku. Ibuku adalah satu-satunya orang tua kandung yang masih kumiliki.
Perasaan yang sama juga kurasakan ketika melakukan tugas-tugas kecil seorang istri. Menyeduhkan kopi setiap pagi, menyiapkan baju untuk ke kantor, menyiapkan makanan di meja makan, menunggu suami pulang dari kantor, mencium tangannya setiap usai sholat berjamaah, atau sesederhana memberikan kecupan selamat tidur. Semua hal kecil yang kulakukan untuk suamiku mampu memberikan perasaan yang tidak bisa dijelaskan. Memikirkan semua itu saja mampu membuatku tersenyum lebar.
Sebagai menantu pun, aku merasakan pengalaman luar biasa. Mertuaku banyak berbagi cerita tentang anak-anaknya, sehingga aku lebih memahami karakter saudara-saudara baruku yang jumlahnya kebetulan enam orang dan sudah berkeluarga semua. Bisa dibayangkan, kan? Beliau juga tidak pelit ilmu. Setiap hari aku diajari memasak apapun yang beliau bisa. Karena di rumah hanya ada kami bertiga, maka ketika suamiku sedang bekerja dan pekerjaan rumah sudah kuselesaikan, beliau akan mengajakku mengobrol, menceritakan kisah-kisah lama yang beraneka ragam. Mulai dari cerita lucu hingga kisah sedih. Tak jarang kami berdua terbahak-bahak ketika beliau menceritakan kisah lucu yang pernah beliau alami. Percayalah, mertua jahat hanya ada di sinetron. Seorang mertua hanyalah seorang ibu yang anaknya menikah dengan kita. Maka ketika beliau bisa melihat bagaimana kita memperlakukan anak mereka, sewajarnya mereka juga akan menerima kita dengan baik. Ibuku juga mertua untuk suamiku, bukan?
Ah, memang benar kata orang. Bahagia itu sederhana. Entahlah nanti-nanti. Tetapi untuk saat ini, berada di sini terasa sangat benar untukku. Dan semoga semua ini bukan sekedar euforia memiliki kehidupan baru.
260317
Author : Puan Belba
0 komentar: