Aku mengenalnya kurang lebih empat bulan lalu. Dia pengunjung tetap toko kue ini. Paling tidak dia rutin berkunjung 3 kali dalam seminggu. Entah itu datang sendiri atau bersama teman-temannya, tapi aku tidak pernah melihatnya datang bersama seorang wanita. Tempat favoritnya ada di pojokan ruangan dalam, tepat di sebelah kiri jendela. Double espresso non sugar dan dua potong bolu pisang selalu jadi pesanan tetapnya. Aku sudah hafal di luar kepala.
Kita berkenalan, lebih tepatnya dia yang memperkenalkan diri. Namanya Kamishio, cukup dipanggil Kamish (tapi bukan nama-nama hari loh ya, perlu dicatat dan distabilo). Dari situ, aku menemukan fakta baru: matanya berwarna coklat almond.
Beberapa minggu kemudian, di luar kebiasaannya, dia datang bersama seorang wanita. Wanita yang ku kenal sebagai penyanyi dangdut yang cukup dikenal di kota ini. Dengan badan tinggi semampai dan rambut hitam sekelam malam-malam aku sendiri, terlihat cukup serasi dengan pria bermata almond idola-que, meskipun hati ini menolak mengakuinya. Ya, aku cemburu. Inilah awal kecemburuan yang melandaku. Kecemburuan yang bersumber dari ketidaksukaanku kepada wanita itu. Wanita berlipstik fushia yang kuanggap merebut kesenanganku. Merebut seseorang yang 'merasa' aku miliki, walaupun sebenarnya tidak pernah aku genggam. Kecemburuan yang kuanggap gila.
Aku cemburu melihat kedekatan mereka. Mereka yang seolah 'sengaja' menunjukkan kemesraan tiap datang berkunjung. Terkadang si wanita berlipstik fushia enggan melepaskan gandengan tangannya ke lengan pria bermata almond, sambil bergelayut manja. Atau si pria bermata almond yang sengaja menggoda wanita berlipstik fushia, entah itu pura-pura bergenit ria dengan pengunjung meja sebelah, sengaja agar wanita berlipstik fushia cemburu. Mungkin apa yang mereka lakukan akan terlihat biasa saja di mata orang lain, tapi tidak di mata orang yang sedang cemburu receh buta sepertiku.
Meskipun aku tidak punya 'hak' apa-apa terhadap pria bermata almond, tapi aku merasa gemas sekaligus geram kepada wanita berlipstik fushia. Apalagi dari awal aku sudah tidak menyukai wanita itu. Entahlah, sebenarnya tidak ada alasan yang jelas untuk aku tidak menyukainya. Tidak suka saja, meskipun aku sering mendengarkan lagu yang dia nyanyikan yang berjudul 'Mantan Ter-uwoww'. Lagu yang sangat menguras emosi dan menyayat hati. Ada rasa tidak suka tiap ada orang yang menyebutkan namanya atau ada iklannya yang kerap muncul di koran harian yang biasa kubeli. Mungkin ini yang dinamakan iri dengan orang yang tidak mengenal kita. Ah entahlah.
Balik lagi ke masalah mereka terlihat mesra setiap datang ke toko kue ini. Oke, hal itu sukses membuatku cemburu besar. Otakku langsung bekerja maksimal, memikirkan sebuah ide untuk membuat mereka menjauh (ya katakanlah biar sejenak wanita berlipstik fushia tidak lagi menjadi alasan pria bermata almond untuk tertawa). Ya, cemburu ini perlahan membuatku menjadi 'jahat'.
Suatu sore saat mereka datang ke toko kue ini, saat kebetulan aku yang menjaga meja kasir, wanita berlipstik fushia datang untuk memesan minuman. Dia memesan minuman seperti biasa, double espresso tanpa gula untuk pria bermata coklat almond dan greentea latte untuk dirinya. Tak lupa dua potong Bolu Pisang dan sepotong Semar Mendem. Dengan senyuman khasnya dia menyerahkan dua lembar ratusan ribu yang kuterima dengan senyum tertahan. Aku pura-pura ramah, semata-mata agar terkesan sopan. Ya anggap saja agar pelanggan toko kue ini tidak jadi berkurang.
Singkat cerita, setelah kuterima pesanan wanita berlipstik fushia, aku berniat menyiapkan sendiri pesanan tersebut. Membuat double espresso untuk pria bermata almond 'kesayanganku' yang kuseduh dengan penuh cinta. Namun saat akan membuat greentea latte, otak jahatku berputar cepat dan meneriakkan, 'Ini kesempatanmu untuk menyingkirkan wanita berlipstik fushia. Jangan disia-siakan'. Ya, akhirnya aku menuruti ucapan otak jahat yang menempel di kepalaku. Aku tambahkan sedikit obat pencahar ke dalam cangkir greentea latte tersebut. Sekilas senyum jahatku muncul. Ada perasaan senang yang perlahan menyelinap, aku merasa menang.
Keisenganku tak berhenti sampai disitu. Dua hari berikutnya, saat mereka datang lagi ke toko kue, aku berpura-pura tidak sengaja menumpahkan pesanan minuman ke baju wanita berlipstik fushia. Pura-pura kesandung jawabku, dan sesuai perkiraan, wanita berlipstik fushia marah dan ngelonyor pergi meninggalkan pria bermata almond sendirian. Sambil membersihkan minuman yang tumpah, aku meminta maaf kepada pria bermata almond. Dia memaafkan, karena menganggap aku tidak sengaja. Seraya memberikan senyum yang manis sekali dan kemudian dia pergi mengikuti wanita berlipstik fushia yang sudah menunggu di mobil.
Tujuh hari pun berlalu, tapi pria bermata almond tidak pernah datang. Begitu pun dengan wanita berlipstik fushia. Duh, kenapa aku jadi mengharapkan dia datang juga sih? Apalagi kalau bukan karena aku kehilangan obyek keisengan. Kalian tidak tahu ya, kalau tujuh hari ini aku telah memikirkan dengan cara apalagi aku akan mengisengi wanita berlipstik fushia itu. Berbagai jebakan betmen telah aku siapkan. Tidak terlalu ekstrem sih, cuma sekadar shock therapy saja. Aku masih takut diborgol dan dimasukkan sel penjara oleh abang-abang sipir berpomade.
Namun sayang, sepertinya jebakan betmen yang telah aku siapkan hanya bisa menjadi wacana semata. Tidak akan menemukan obyek yang sesuai perkiraan. Dia tidak pernah datang. Wanita berlipstik fushia itu tidak berkunjung lagi ke toko kue ini. Begitu pun dengan pria bermata almond. Bagaimana denganku? Bahagia kah? Tidak sama sekali. Aku merasa kehilangan. Kehilangan obyek favoritku yang selalu kunanti setiap pukul tiga sore. Punggung lebar favoritku. Dan satu hal terbesar yang kurasa hilang adalah aku kehilangan diriku sendiri. Kecemburuan ini membuatku menjadi sosok yang lain. Sosok pribadi yang menyebalkan. Bukan karena cinta cemburu berakar, tapi karena rasa takut kehilangan. Cemburu datang karena si pencemburu takut merubah kebiasaan. Mungkin benar kata orang, cemburu membuat akal dan pikiran tidak berjalan semestinya. Cemburu ini membuatku gila.
==========================================================================
"Hei, melamun saja. Filmnya sudah mau mulai tuh." Seorang teman menepuk pelan pundakku.
Kita berkenalan, lebih tepatnya dia yang memperkenalkan diri. Namanya Kamishio, cukup dipanggil Kamish (tapi bukan nama-nama hari loh ya, perlu dicatat dan distabilo). Dari situ, aku menemukan fakta baru: matanya berwarna coklat almond.
Beberapa minggu kemudian, di luar kebiasaannya, dia datang bersama seorang wanita. Wanita yang ku kenal sebagai penyanyi dangdut yang cukup dikenal di kota ini. Dengan badan tinggi semampai dan rambut hitam sekelam malam-malam aku sendiri, terlihat cukup serasi dengan pria bermata almond idola-que, meskipun hati ini menolak mengakuinya. Ya, aku cemburu. Inilah awal kecemburuan yang melandaku. Kecemburuan yang bersumber dari ketidaksukaanku kepada wanita itu. Wanita berlipstik fushia yang kuanggap merebut kesenanganku. Merebut seseorang yang 'merasa' aku miliki, walaupun sebenarnya tidak pernah aku genggam. Kecemburuan yang kuanggap gila.
Aku cemburu melihat kedekatan mereka. Mereka yang seolah 'sengaja' menunjukkan kemesraan tiap datang berkunjung. Terkadang si wanita berlipstik fushia enggan melepaskan gandengan tangannya ke lengan pria bermata almond, sambil bergelayut manja. Atau si pria bermata almond yang sengaja menggoda wanita berlipstik fushia, entah itu pura-pura bergenit ria dengan pengunjung meja sebelah, sengaja agar wanita berlipstik fushia cemburu. Mungkin apa yang mereka lakukan akan terlihat biasa saja di mata orang lain, tapi tidak di mata orang yang sedang cemburu receh buta sepertiku.
Meskipun aku tidak punya 'hak' apa-apa terhadap pria bermata almond, tapi aku merasa gemas sekaligus geram kepada wanita berlipstik fushia. Apalagi dari awal aku sudah tidak menyukai wanita itu. Entahlah, sebenarnya tidak ada alasan yang jelas untuk aku tidak menyukainya. Tidak suka saja, meskipun aku sering mendengarkan lagu yang dia nyanyikan yang berjudul 'Mantan Ter-uwoww'. Lagu yang sangat menguras emosi dan menyayat hati. Ada rasa tidak suka tiap ada orang yang menyebutkan namanya atau ada iklannya yang kerap muncul di koran harian yang biasa kubeli. Mungkin ini yang dinamakan iri dengan orang yang tidak mengenal kita. Ah entahlah.
Balik lagi ke masalah mereka terlihat mesra setiap datang ke toko kue ini. Oke, hal itu sukses membuatku cemburu besar. Otakku langsung bekerja maksimal, memikirkan sebuah ide untuk membuat mereka menjauh (ya katakanlah biar sejenak wanita berlipstik fushia tidak lagi menjadi alasan pria bermata almond untuk tertawa). Ya, cemburu ini perlahan membuatku menjadi 'jahat'.
Suatu sore saat mereka datang ke toko kue ini, saat kebetulan aku yang menjaga meja kasir, wanita berlipstik fushia datang untuk memesan minuman. Dia memesan minuman seperti biasa, double espresso tanpa gula untuk pria bermata coklat almond dan greentea latte untuk dirinya. Tak lupa dua potong Bolu Pisang dan sepotong Semar Mendem. Dengan senyuman khasnya dia menyerahkan dua lembar ratusan ribu yang kuterima dengan senyum tertahan. Aku pura-pura ramah, semata-mata agar terkesan sopan. Ya anggap saja agar pelanggan toko kue ini tidak jadi berkurang.
Singkat cerita, setelah kuterima pesanan wanita berlipstik fushia, aku berniat menyiapkan sendiri pesanan tersebut. Membuat double espresso untuk pria bermata almond 'kesayanganku' yang kuseduh dengan penuh cinta. Namun saat akan membuat greentea latte, otak jahatku berputar cepat dan meneriakkan, 'Ini kesempatanmu untuk menyingkirkan wanita berlipstik fushia. Jangan disia-siakan'. Ya, akhirnya aku menuruti ucapan otak jahat yang menempel di kepalaku. Aku tambahkan sedikit obat pencahar ke dalam cangkir greentea latte tersebut. Sekilas senyum jahatku muncul. Ada perasaan senang yang perlahan menyelinap, aku merasa menang.
Keisenganku tak berhenti sampai disitu. Dua hari berikutnya, saat mereka datang lagi ke toko kue, aku berpura-pura tidak sengaja menumpahkan pesanan minuman ke baju wanita berlipstik fushia. Pura-pura kesandung jawabku, dan sesuai perkiraan, wanita berlipstik fushia marah dan ngelonyor pergi meninggalkan pria bermata almond sendirian. Sambil membersihkan minuman yang tumpah, aku meminta maaf kepada pria bermata almond. Dia memaafkan, karena menganggap aku tidak sengaja. Seraya memberikan senyum yang manis sekali dan kemudian dia pergi mengikuti wanita berlipstik fushia yang sudah menunggu di mobil.
Tujuh hari pun berlalu, tapi pria bermata almond tidak pernah datang. Begitu pun dengan wanita berlipstik fushia. Duh, kenapa aku jadi mengharapkan dia datang juga sih? Apalagi kalau bukan karena aku kehilangan obyek keisengan. Kalian tidak tahu ya, kalau tujuh hari ini aku telah memikirkan dengan cara apalagi aku akan mengisengi wanita berlipstik fushia itu. Berbagai jebakan betmen telah aku siapkan. Tidak terlalu ekstrem sih, cuma sekadar shock therapy saja. Aku masih takut diborgol dan dimasukkan sel penjara oleh abang-abang sipir berpomade.
Namun sayang, sepertinya jebakan betmen yang telah aku siapkan hanya bisa menjadi wacana semata. Tidak akan menemukan obyek yang sesuai perkiraan. Dia tidak pernah datang. Wanita berlipstik fushia itu tidak berkunjung lagi ke toko kue ini. Begitu pun dengan pria bermata almond. Bagaimana denganku? Bahagia kah? Tidak sama sekali. Aku merasa kehilangan. Kehilangan obyek favoritku yang selalu kunanti setiap pukul tiga sore. Punggung lebar favoritku. Dan satu hal terbesar yang kurasa hilang adalah aku kehilangan diriku sendiri. Kecemburuan ini membuatku menjadi sosok yang lain. Sosok pribadi yang menyebalkan. Bukan karena cinta cemburu berakar, tapi karena rasa takut kehilangan. Cemburu datang karena si pencemburu takut merubah kebiasaan. Mungkin benar kata orang, cemburu membuat akal dan pikiran tidak berjalan semestinya. Cemburu ini membuatku gila.
Kecemburuan ini membuatku menjadi sosok yang lain. Sosok pribadi yang menyebalkan. Bukan karena cinta cemburu berakar, tapi karena rasa takut kehilangan.
==========================================================================
"Hei, melamun saja. Filmnya sudah mau mulai tuh." Seorang teman menepuk pelan pundakku.
Aku langsung tersadar dari lamunan. Lamunan kenangan ibarat sinetron yang memutar di kepala selama aku menunggu jam tayang film ini. Ya, sekarang aku bersama temanku sedang berada di bioskop, akan menonton film perdana yang dibintangi oleh pria bermata almond.
Akhirnya aku bisa menyaksikan punggung lebar favoritku. Lagi.
Author : Embun
Pict Source : Here
0 komentar: