Kata orang, anak semata wayang a.k.a. anak tunggal itu pasti manja, egois, mau menang sendiri, pokoknya merasa paling special karena semua kasih sayang tercurah padanya. Selalu miris sih kalau denger ada orang yang nyampein gitu ke aku, hidupku jauh dari dimanja, yes, it’s true! Aku anak satu-satunya, hidup dibawah didikan ibuku yang seorang aparat penegak hukum, tidak membuatku terus dimanja, harus disiplin, nggak pernah dimarahin? Kata siapa? Ibuku tegas, seringnya aku sebut, GALAK! Hehehehe.
Ga jarang ibu marahin aku bahkan bukan karena kesalahanku, aku yang masih kecil cukup sering merasa sakit hati, tekanan batin, iya aku se-lebay itu. Ibuku punya seorang kakak perempuan, aku memanggilnya mamah, mamah punya dua anak perempuan yang mana memanggil ibuku dengan sebutan mami. Kami bertiga sudah seperti anak kandung bagi ibuku maupun bagi mamah. Hal itu yang menjadikanku si bontot, aku dijuluki trouble maker oleh kakak yang paling tua, entah atas dasar apa, tapi mungkin karena aku sering membuat ibuku marah-marah (tentu saja karena dipersalahkan atas ulah orang lain, hahahah). Aku kecil, merasa hidup ini nggak adil, kenapa harus aku yang dimarahi? Singkat cerita, kakak sepupuku yang kedua (sebut saja namanya Rara) lulus test dan menjadi penerus profesi ibuku, selama ia pendidikan, perhatian ibuku tercurah padanya, semua ia dapatkan, perhatian, waktu, tenaga, kebanggaan ibuku atas dirinya membuat aku CEMBURU!
Suatu waktu beberapa hari sebelum Mba Rara libur pendidikannya dan diijinkan untuk pulang selama weekend, ibuku menyiapkan berbagai macam makanan dan minuman, maklum, ditempat pendidikan Mba Rara nggak boleh makan selain jatah yang disediakan. Semua makanan dan minuman itu disimpan di kulkas yang ada di kamarku. Ibuku pulang kerja dan habis membeli (lagi) panganan untuk disimpan di kulkas tersebut, masuk kamarku, buka kulkas daaaaaaannn…
"Ini minuman punya Mba Rara!! Kok kamu minum sih?" ibuku melotot dan berteriak marah kearahku. Aku yang sedang tiduran di kasur hampir terloncat ke rumah tetangga saking kagetnya karena kencangnya suara ibuku
"Nggak kok Ma, aku nggak minum itu," jelasku yang memang nggak minum minuman tersebut, karena aku nggak doyan.
"Kalo bukan kamu, terus siapa lagi? Kamar ini kan kamar kamu."
Another tuduhan atas diriku, aku cuma bisa diam karena kalau aku menjawab lagi, ibuku akan semakin keras suaranya. Setelah ibuku keluar dari kamarku aku cuma bisa menangis. Lalu kalau misalnya aku yang meminumnya, apakah sebegitu terlarangnya? Aku yang anak kandungnya apakah tidak berhak? Lagipula, masih bisa beli lagi kan? Pertanyaan-pertanyaan itu yang ada di kepalaku sepanjang malam itu sambil sesenggukan menangis.
Tahun demi tahun berlalu, sampai akhirnya aku SMA, kuliah, lulus kuliah, Mba Rara masih tetap jadi kebanggaan ibuku, setiap ada pertemuan dengan teman-temannya, ibuku selalu menceritakan prestasi Mba Rara, sedangkan aku cuma diam saja walaupun ada disitu, tidak sekalipun aku mendengar ibuku menceritakan prestasiku. Aku hanya bisa memendam rasa cemburu, dan bertekad untuk bekerja tanpa bantuan ibuku atau pun dibawah bayang-bayang ibuku. Suatu pembuktian, bahwa Si Trouble Maker ini suatu hari akan menjadi kebanggaan. Setelah aku lulus kuliah, aku belum mendapat pekerjaan tetap, ibuku terus saja menjadikan Mba Rara sebagai tolok ukur kehidupan yang sukses, tanpa mempedulikan perasaanku, tanpa mau tahu bahwa aku pun berusaha keras untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan membanggakan orangtuaku.
Si Trouble Maker ini akhirnya bermetamorfosis sendiri dengan mandiri menjadi kupu-kupu yang membanggakan dirinya.
2 tahun setelah aku lulus kuliah, aku mendapat pekerjaan tetap disuatu anak perusahaan milik BUMN, setelah ada surat pengangkatanku, aku ajak ibuku makan di restaurant favorite-nya di daerah utara Jakarta. Sambil makan, aku menunjukan surat pengangkatan itu kepada ibuku, dan berkata bahwa sekarang aku sudah bisa dibanggakan oleh ibu, hal yang paling tidak pernah aku pikirkan dan bayangkan, ibuku mengambil surat itu, membacanya dan terlihat matanya berkaca sambil tersenyum. Tidak perlu ada ungkapan atau pun ucapan penuh pujian dari bibir ibuku, aku tahu bahwa beliau bangga terhadapku, Si Trouble Maker ini akhirnya bermetamorfosis sendiri dengan mandiri menjadi kupu-kupu yang membanggakan dirinya. Sekarang saat ibuku bertemu dengan teman-temannya, bukan cuma Mba Rara yang dipujinya, tapi akupun dibanggakannya. Bukan hanya ibuku yang memujiku, tetapi sahabat-sahabat ibuku selalu menceritakan pada teman-teman yang lain, bahwa ibuku berhasil mendidik anak semata wayangnya untuk menjadi anak yang mandiri, bukan anak manja. Terima kasih Ibu… tanpa omelanmu, tanpa rasa sayangmu pada mba Rara, aku mungkin tidak akan cemburu, tanpa kecemburuanku, aku mungkin akan menjadi anak manja.
Author : Sakura Stark
Pict Source : Here
0 komentar: