Sejak kapan terjadi sebuah kesalahan? Apakah telah terjadi sebuah kesalahan? Dulu aku pikir ini semua adalah sebuah kesalahan, awal...

TUHAN PASTI SUDAH GILA!



Sejak kapan terjadi sebuah kesalahan?
Apakah telah terjadi sebuah kesalahan?

Dulu aku pikir ini semua adalah sebuah kesalahan, awalnya aku mengeluh kalau aku sangat menyedihkan. Dan aku berpikir kalau Tuhan pasti sudah gila karena membuatku tampak menyedihkan. Tuhan berikan aku hidup lalu mengariskan takdir lalu memberinya bumbu-bumbu drama yang membuatku untuk bernafas pun sulit, tapi Tuhan juga yang mengirimkan penghiburan untukku disaat yang sama. Semua rencana Tuhan tampak seperti sebuah ilusi tak berkesudahan yang semakin menyudutkanku, semua yang Tuhan perlihatkan adalah palsu buatku. Aku tidak mengerti! Tuhan adalah penulis skenario yang baik yang tidak akan memberikan cobaan melebihi batas kemampuan umatnya, aku sangat ingin percaya itu. Itulah yang ingin kupercayai! (Ya Tuhan, aku lebay sekali, wkwkwkwk)

Aku adalah orang yang sejak kecil sudah takut menjadi orang dewasa. Dunia orang Dewasa seperti bukan dunia yang ramah buatku. Semua orang bersaing untuk menjadi yang utama dari yang setara dan semua cara dilakukan untuk bisa menjadi yang utama. Dan tidak ada tempat bagi kaum minoritas untuk ikut bersaing diantara mayoritas. Selamanya minoritas akan berdiri di paling pinggir dari sebuah lingkaran. Jika tidak bisa mempertahankan diri di dunia orang dewasa yang seperti itu, maka aku akan jatuh ke jurang dan tewas mengenaskan tanpa siapa pun yang peduli.

Memiliki masalah dengan pita suara sejak aku masih kecil, membuatku menggambar sebuah garis batas yang membatasi aku dari dunia luar. Aku suka memilih-milih teman untuk ku ajak berbicara karena tidak semua bisa mengerti apa yang kukatakan. Beberapa orang yang tidak aku pilih, tapi suka mengajak aku bicara, maka aku akan menanggapi mereka dengan pelan agar mereka mengerti. Ada beberapa kata yang tidak bisa ku ucapkan dengan jelas terutama yang berhubungan dengan huruf “s” yang berada di awal atau di tengah sebuah kata. Dan beberapa kata lainnya. Fakta mengenai masalahku itu membuat aku agak sinis memandang hidupku kedepannya. Itu sebabnya aku tidak ingin menjadi dewasa.

Tapi aku tidak bisa selamanya terperangkap dalam tubuh kecilku seperti Shinichi Kudo yang terperangkap dalam tubuh kecilnya. Aku sudah pasti akan tumbuh menjadi besar dan harus menjadi orang dewasa. Aku sempat terpikir kenapa aku tidak menjadi Shiyo Miyano saja? Menjadi seorang ilmuwan yang menemukan obat APTX-4869 lalu aku minum sendiri obat itu dan aku akan kembali menjadi kecil seperti Shinichi yang menjadi Conan Edogawa dan ketika aku tumbuh besar lagi, aku tinggal minum obat itu sekali lagi maka aku akan kembali menjadi anak kecil. Sungguh imajinasi yang sangat luar biasa bukan? Hahaha. Sayangnya Tuhan tidak menghendaki aku menjadi Shiyo Miyano atau siapa pun untuk bisa menjadi seorang ilmuwan yang menemukan APTX 4869. Tuhan menghendaki aku menjadi aku bukan orang lain dan aku sama sekali tidak memiliki keberdayaan untuk melawan kemauan Tuhan. Tuhan sangat menyebalkan atas sifat pemaksaan-Nya itu! Itu yang terlintas dalam pikiranku.

Tuhan sangat menyebalkan atas sifat pemaksaan-Nya itu!

Dalam tubuh remajaku, Tuhan memberiku ujian yang levelnya telah naik entah di level berapa dan akan berakhir di level berapa, itu misteri Tuhan. Seringnya aku mengeluh dengan kehidupan yang menyedihkan itu bahkan sampai aku menjadi dewasa. Seperti yang ku bilang diatas, Tuhan pasti sudah gila. Ujian terbesarku adalah ketika setelah lulus kuliah dan mencari pekerjaan. Aku lulus kuliah sebelum krisis ekonomi menyebabkan masalah yang cukup besar di banyak wilayah Indonesia. Pencarian dunia kerja semakin sulit setelah lebih dari 4000 kk telah dirumahkan dan beberapa tambang telah resmi ditutup di wilayah Kukar karena adanya krisis ekonomi. Aku sebagai minoritas semakin terdesak ke bagian luar lingkaran, hanya beberapa meter sampai dari jurang kematian. Inikah kehidupan dewasa? Sangat menakutkan! Aku menyalahkan Tuhan karena menempatku dalam posisi minoritas.

Dalam sebuah buku yang ku baca, yang mana aku lupa buku yang mana itu, haha, atau mungkin malah nggak aku baca tapi aku dengar dari TV, aku sudah lupa. Intinya yang dikatakan adalah, “Bagaimana cara kamu menilai Tuhan adalah bagamana cara kamu melihat Tuhan itu sendiri!”

Karena aku tidak suka pada apa yang Tuhan lakukan padaku, aku menyalahkan-Nya untuk semua kejadian yang kualami, tapi itu adalah sebuah kesalahpahaman karena aku hanya melihat dari satu arah. Tuhan tidak gila. Tuhan tidak ingin aku menjadi orang yang begini-begini saja, itulah sebabnya Dia berikan aku masalah-masalah dalam sebuah drama kehidupan. Dari awal Tuhan sudah memberitahukan padaku lewat cara-cara yang tidak bisa aku pahami untuk 'Jangan pernah kalah!' karena menjadi orang yang sesuai standar bukanlah segalanya. Tuhan ingin aku memahami, bagaimanapun sulitnya hidup, aku tetap harus berusaha untuk tidak kalah, untuk tetap berusaha, lalu suatu hari nanti ketika aku menang, aku akan menjadi orang dewasa yang tak seperti yang aku impikan tapi seperti yang Dia impikan.

Tuhan tidak gila. Tuhan tidak ingin aku menjadi orang yang begini-begini saja, itulah sebabnya Dia berikan aku masalah-masalah dalam sebuah drama kehidupan.

Minoritas bukan berarti tidak bisa melakukan apa-apa dan bukan berarti tidak bisa ikut bersaing ditengah-tengah mayoritas. Semua tergantung sudut pandangku memilih sudut untuk melihat dunia orang dewasa, dan ternyata menjadi orang dewasa tidak semenakutkan yang kupikirkan ketika aku masih anak-anak. Karena orang dewasa minoritas pun memiliki keunikannya sendiri. Lantas apakah aku telah menjadi dewasa? Aku akan mejawab, "Belum!" Lalu apakah aku masih seperti anak-anak? aku menjawab, "Tidak." Lalu dimanakah aku? aku menjawab,  "Aku adalah orang yang dewasa yang tidak ingin melupakan semua hal tentang menjadi seorang anak kecil." Dunia orang dewasa minoritas tidaklah semenarik dunia orang dewasa mayoritas, ada banyak garis batas yang membatasi dunia minoritas. Entah garis itu dibuat oleh orang-orang mayoritas maupun oleh si minoritas itu sendiri.

Aku menyiasati dunia orang dewasa minoritas, aku tetap membawa diri kanak-kanakku kedalam dunia dewasaku untuk menghadapi kenyataan. Aku bukannya menjadi orang dewasa yang kekanak-kanakan, tapi aku ingin menjadi dewasa yang tetap membawa sudut pandang seorang anak kecil dalam menghadapi suatu masalah. Meski tidak semua masalah bisa terpecahkan dengan baik, tapi setidaknya aku bisa berbahagia menjalani kehidupanku sebagai orang dewasa minoritas. Aku masih belajar tentang cara Tuhan berkomunikasi padaku lewat hal-hal yang tak pernah kupikirkan.

Masalah dengan pita suaraku pun mengikutiku ke dunia dewasa, ada beberapa orang yang mengatakan, “Kenapa kamu berbicara seperti seorang bocah SMA? Kamu sudah menjadi seorang Diploma? Berbicaralah secara ilmiah!” Mungkin mereka tidak tahu kalau aku berbicara secara ilmiah yang mana mengandung banyak istilah yang menyusahkan, yang bisa kuucapkan dengan baik dan terdengar jelas di telingaku tapi tidak terdengar jelas di telinga mereka bukankah itu akan menjadi masalah buat mereka karena tidak mengerti yang kukatakan? Yah mungkin mereka memang tidak tahu itu, mereka tidak tahu bagaimana sulitnya memilih sebuah kata yang sepadan dengan maksud yang sebenarnya yang bisa didengar dengan jelas di telinga mereka agar mereka mengerti. Memenuhi tuntutan mereka hanya akan membuatku kesulitan jadi aku abaikan saran mereka yang tidak berguna buatku. Sampai sekarang aku masih lebih memilih kata-kata yang sederhana, singkat dan jelas meski terdengar seperti berbicara dengan seorang bocah dibanding orang dewasa. Mungkin karena itu pulalah aku sulit mendapat pekerjaan yang sesuai dengan ijazahku karena aku masih seorang bocah.

Seringnya, karena aku masih ingat beberapa hal tentang menjadi seorang anak kecil, aku jarang sekali memikirkan masalahku sampai membuatku sulit tidur atau sakit karena masalah-masalah yang tidak ada habisnya. Menjadi orang dewasa yang masih mengingat hal tentang menjadi anak kecil di dunia orang dewasa yang memiliki standar membuatku bisa melangkah dengan ringan. Tidak seperti soal matematika yang ada dalam lembar UAN, setiap soal yang rumit pasti ada jawabannya, dalam kehidupan nyata ada beberapa hal yang selamanya tidak ada jawabannya. Bukan berarti aku melarikan diri dari dunia orang dewasa yang memiliki standar, aku hanya tidak ingin menjadi orang dewasa minoritas yang kemudian menjadi gila karena berusaha untuk menjadi orang yang berstandar. Aku ingin menjadi orang dewasa minoritas yang memandang sebuah permasalahan dengan sederhana, tertawa dengan sederhana, dan menangis dengan sederhana, agar aku bisa melangkah dengan ringan diantara orang-orang dewasa mayoritas.

Lantas apakah aku sekarang sudah bisa terbang? aku menjawab, "Belum." Aku belum bisa terbang dari ketakutanku, tapi aku sudah tidak lagi duduk di sudut ruang gelap. Aku telah belajar berdiri dan berjalan meninggalkan rasa takut itu. Aku telah bisa melangkah dan telah kusambut ganasnya panas matahari dan sekarang aku sangat ingin belajar berlari. Aku ingin bisa berlari untuk kemudian bisa terbang.

Pertanyaan ini (selain pertanyaan di awal) pernah terlintas dalam kepalaku, kehidupan yang bagaimana yang bisa aku sebut kehidupan yang baik? Ada banyak jawaban dari orang dewasa, tapi bagaimana cara anak-anak menjawab pertanyaan itu? Apakah itu akan menjadi jawaban yang salah? 



Author : Ax.
Pict Source : Here



0 komentar: