Meskipun malas untuk mengingat hal ini lagi, tapi menurutku hal ini yang menguatkan aku untuk bisa bertahan hingga saat ini dan menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Aku akan bercerita tentang pahit dan sakitnya patah hati untuk pertama kali. Ya.. meskipun banyak orang yang sudah merasakan rasanya patah hati, tapi ini adalah satu hal yang baru pertama kali aku rasakan dan mungkin bisa menjadi pelajaran bagi orang yang baru akan memulai “kehidupan percintaan” untuk pertama kali atau orang yang belum pernah sama sekali.
Kembali ke tahun 2016, pertemuan secara virtual terjadi pada bulan April. Berawal dari saling ejek soal kejombloan. Semua bermula dari sana. Mei kita jadian. Juni pacaran. Dan Juli kita akhirnya pisah. Begitu cepat dan singkat. Mirip kehidupan kuliah ya, cuma 4 bulan hahaha… Untung tidak ada UTS, tapi kalau UAS ada, yaitu ujian yang dia buat dan itu sulit. Padahal aku tak pernah mau menyulitkan orang. Ini serius dan jujur… hahaha. (Kalau baca jangan diambil hati, ya).
Saat masih jadian, aku selalu membuat rencana seperti ini dan itu untuk hubungan kami. Tapi tak ada yang berhasil. Contohnya waktu mau nembak, ternyata batal karena adanya kendala. Kalau dilihat-lihat aku memang kebanyakan rencana hahaha… tapi bukan berarti aku tak siap bila melakukan suatu hal yang belum atau bahkan tidak direncanakan. Kembali ke topik. Saat kita sedang break (jangan suruh makan kitkat ya). Ya break tapi bukan putus alias lagi jeda. Aku sedang menikmati liburan di kampung yang indah yaitu Madiun dan Surabaya. Break dimulai saat kita baru bertemu di Bekasi. Kota dimana dia tinggal. Dia bilang butuh space (bukan spasi atau ruang angkasa ya, maksudnya ruang atau jarak hahaha). Pulang kampung maksudnya untuk refreshing dan menjenguk nenek yang sakit. Di sana aku dengan santai mempersiapkan rencana-rencana indah jika kita selesai break. Tidak tanggung-tanggung, rencana yang aku buat menyangkut kehidupan aku dan dia ke depannya. Bahkan aku sudah mempersiapkan rencana yang bagus untuk kebahagiaan ibunya. Orang tua satu-satunya.
Namun seperti yang kalian tau, semua hancur dalam hitungan hari. Rencana yang ingin aku katakan yang tadinya kokoh tak tertandingi (macam semen aja), tiba-tiba hancur berantakan. Ya. Kita putus. Tapi saat itu dia tidak bilang putus karena aku tidak pernah dianggap pacar. Sadis? Saat itu aku pikir demikian, tapi sekarang biasa saja.
Jika ditanya apa rencanaku. Banyak sebenarnya, tapi aku sudah melupakan sebagian besar dari rencana itu. Hanya satu yang masih aku ingat, yaitu aku akan membawa dia dan ibunya ke Surabaya. Oh, dan satu lagi, aku sudah mulai mencari dimana rumah yang akan aku beli untuk kita tinggal. Apakah itu rencana mentah? Tidak. Aku sudah memperhitungkan semuanya dari apa yang kemungkinan terjadi sampai kendala yang mungkin menghancurkan rencana itu.
Dan… boom!! Ternyata yang menghancurkan adalah kata-katanya, “Kita gak bisa lanjut lagi”. Apa yang aku rasakan hari itu, biasa saja. Besoknya baru kayak anak macan kehilangan induknya.. bwahahaha… (lebay sih memang, namanya juga patah hati pertama kali). Berbagai cara aku lakukan untuk menghilangkan rasa sakit itu, dari curhat ke temen sampai di sosial media. Dan ya, aku akui, bodoh sangat kalau aku galau di sosial media. Cemen? Iya. Bego? Iya. Bahkan koplak? Iya juga. Dan akhirnya aku minta maaf karena kegalauanku membuat dia terlihat jahat. Lalu apakah aku masih galau dan patah hati? Iya. Tidak semudah melotot saat ada wanita cantik lewat.
Kata-kata positif sampai ejekan aku terima. Tapi tetap saja aku tidak bisa menghilangkan kegalauan itu. Baca artikel tentang 'bagaimana mengatasi kegalauan ditinggal kekasih', tetap saja galau. Bahkan menonton video motivasi Mario Lawalata, eh salah.. Mario Teguh pun cuma membantu sekian persen. Lalu apa yang aku lakukan?
Hal pertama yang aku lakukan, hapus semua foto dan kontak mantan. Kata orang sih payah, cemen, atau memutus tali silaturahmi. Kata aku mah itu ide brilian. Kenapa? Dulu dunia aku dan dia menjadi satu. Ketika kita pisah, ya harus pisah juga dunia yang bersatu itu. Kontak dan sosial media dia lah yang harus dienyahkan dari duniaku agar move on berhasil. Jangan pedulikan apa kata orang atau bahkan kata mantan. Hidupmu, caramu. Karena masa depanmu ya tergantung cara hidupmu, bukan orang lain atau mantan. Kedua, cari hobi baru dan lakukan hobi lama. Juli dan Agustus, aku masih sering di rumah karena masih liburan. Jalan pun cuma sebentar saja karena kayak orang yang pengen bilang, “I hate this world”. Janjiku pada diri sendiri, “Tanggal 5 September aku berulang tahun. Kalau hidup aku stuck, berarti aku bodoh. Move on itu sulit, tapi kalau tidak mau jalanin bahkan mencoba nyentuh saja tidak mau, ya nggak akan berubah dan bergerak. Ngapain diem saja dan meratapi. Ngabisin waktu di dunia tau gak. Mendingan waktu kamu pakai dengan baik. Kalau nggak mau, kasih saja ke pahlawan Indonesia. Mereka lebih berguna dan nggak akan buang waktu."
Dari kalimat itu, aku mulai bergerak dan terus move on. Hobi lama yang aku kembalikan adalah menonton film, contohnya. Aku banyakin nonton anime dan serial barat. Hobi baru yang aku lakukan? Aku jadi hobi riding alias motoran. Bukan balap liar atau boncengin cabe-cabean ya.. hahaha, tapi jalan-jalan naik motor. Hobi baru yang berawal dari nonton Youtube tentang dunia Motovloging. Aku coba jalan pulang dan pergi ke kampus atau kemana pun yang biasa aku singgahi dengan rute yang lebih jauh. Aku merasa fun dan happy ketika melakukan hal itu. Hobi itu aku lakukan hingga saat ini. Bahkan aku lagi menabung untuk beli kamera untuk di helm. Cara terakhir, ketiga, yaitu dekatkan diri dengan Tuhan. Tuhan tahu apa yang terbaik dan yang bukan. Karena rencana Tuhan lebih indah dari yang dibayangkan. Mantan memang indah, tapi, jauh di depan sana ada wanita yang menanti dengan tersenyum dan mungkin akan bilang, “Kamu kemana saja? Aku sudah menanti. Aku akan selalu di sampingmu dan mendorong apa yang kamu lakukan. Mari kita bahagia bersama-sama.”
Manusia memang diciptakan otak untuk berpikir, dan rencana adalah hasil dari proses berpikir otak, tapi Tuhan lah Sang Maha Perencana.
Terakhir dari aku, manusia memang diciptakan otak untuk berpikir, dan rencana adalah hasil dari proses berpikir otak, tapi Tuhan lah Sang Maha Perencana. Dia tahu apa yang terbaik dan tidak. Kita mau A, tapi kita malah mendapatkan L. Jauh? Iya, tapi L mungkin yang paling baik untuk kita. Kita sering “ingin” dan kita lupa “butuh”. Tak ada rencana yang abadi. Tak abadi karena sudah terlaksana atau tak abadi karena ada yang lebih baik.
0 komentar: