Pernahkah kamu merasa cemburu kepada seseorang? Pasti pernah kan? Dalam setiap kecemburuan, pasti kita akan selalu cemburu pada orang-...

SEGELAS AIR PUTIH BIASA



Pernahkah kamu merasa cemburu kepada seseorang? Pasti pernah kan?

Dalam setiap kecemburuan, pasti kita akan selalu cemburu pada orang-orang yang memiliki sesuatu atas apa yang kita inginkan, tapi tidak dapat kita miliki. Kemudian di dalam hatimu, kamu akan membenci orang-orang itu atas ketidakmampuan kamu sendiri. Saat itulah sebenarnya kamu sedang diuji, apakah kamu akan jatuh terpuruk karena kecemburuanmu itu atau kamu akan bangkit karenanya.

Di sinilah aku akan SEDIKIT berbagi kisah tentang kecemburuanku.....


Dulu aku pernah membandingkan diriku terhadap Mr. X dengan sebuah minuman. Dia adalah orang yang menyerupai minuman isotonik bagi Nona P, sedangkan aku adalah orang yang menyerupai segelas air putih biasa bagi orang yang sama. Tentu saja ini semua hanya berlaku dalam pikiranku, bukan dalam pikiran Nona P maupun Si Mr. X.

Sebagai sama-sama pria yang menyukai wanita yang sama, tentu dua perumpamaan diatas cukup menjelaskan bagaimana cemburunya aku terhadap Mr. X.

Nona P akan selalu meminum minuman isotonik, saat dia akan dan setelah selesai berolahraga Baseball maupun sepakbola, yang artinya dia akan selalu membutuhkan semangat baru dan energi baru dari minuman isotonik itu. Kenapa? Karena hanya minuman itu yang selalu setia bersamanya saat dia berolahraga dan minuman itu yang akan selalu dengan cepat mengembalikan ion-ion tubuhnya yang hilang. Lalu di manakah aku saat Nona P sedang berolahraga? Aku ada di dalam tasnya yang selalu dia bawa, tapi tak pernah ia minum di saat-saat seperti itu. Aku hanya akan diminum olehnya dalam keadaan biasa. Saat dia sedang tidak membutuhkan energi baru sebagai pengganti energinya yang hilang. Hal yang lebih menyebalkan adalah, bahkan ketika Nona P tidak sedang berolahraga, dia terkadang meminum minuman bangsat itu.

Porsiku dalam kehidupan Nona P sudah pasti lebih banyak dibandingkan sebotol minuman isotonik itu (tidak lagi aku bilang minuman bangsat, karena takut dituntut kalau ketahuan, bwahahahaha). Akan tetapi itu bukan berarti kalau Nona P lebih menyukai segelas air putih biasa, kan? Lagi pula, meskipun segelas air putih biasa memiliki sifat yang transparan, aku sendiri belum memiliki sifat transparan itu. Gelas tempatku berada sepertinya bukan gelas bening yang terbuat dari kaca, lebih seperti gelas plastik berwarna sehingga tidak ada yang dapat melihat apa isinya bila tidak dilihat dari sisi atas. Sedangkan sebotol minuman isotonik itu, meski airnya keruh tak karuan, tapi botolnya terbuat dari plastik bening yang tembus pandang, sehingga dengan mudah semua orang dapat melihat seperti apa isi di dalam botol itu. Jelas saja, sebotol minuman isotonik itu telah berada dua langkah di depanku dan sedang bersiap-siap untuk berlari meninggalkanku. Aku tak bisa tinggal diam!

Aku memanfaatkan waktuku lebih banyak itu untuk membuat Nona P yakin bahwa minuman isotonik yang selalu dia minum itu tidaklah baik jika diminum terus-menerus. Bukannya aku berniat menjelek-jelekan minuman itu, karena aku harus bersikap jantan dalam pertarungan ini, yang kulakukan hanyalah menyuruhnya untuk mengurangi intensitas meminum minuman tersebut. Apakah itu berhasil? Tidak juga sih, tapi setidaknya itu patut di coba.

Hal ini pernah kutanyakan pada Nona P, mengapa dia suka sekali minum minuman isotonik yang rasanya aneh itu? Dia menjawab, dia suka minuman itu justru karena rasanya yang aneh, jadi seperti punya daya tarik di lidahnya untuk meminumnya terus.

Jadi seperti itukah? Dia menyukai sesuatu yang berasa? Itu sebabnya dia suka minum minuman isotonik dengan rasanya yang aneh, sedangkan aku yang hanya segelas air putih biasa tentu saja tidak memiliki rasa apapun, tidak pula bewarna, sudah pasti tidak memiliki daya tarik. Dia meminum segelas air putih biasa hanya karena kebutuhannya saja bukan karena dia tertarik dengannya. Saat itu aku menanyakan hal yang sebenarnya mengenai minuman itu, bukan sebagai perumpamaan, yang tentu pasti dengan tujuan untuk memastikan teori perumpamaanku. Kalau dipikir-pikir, tingkat keagresifan Mr. X terhadap Nona P memang lebih aktif dalam mengutarakan perasaannya dibandingkan aku. Dia lebih berasa dan aku tidak. Sekarang minuman isotonik itu sudah tiga langkah di depanku. Sial! Rasa kecemburuanku terhadap minuman isotonik itu semakin tumbuh dengan subur.

Aku tidak bisa memendam kecemburuanku sendiri terlalu lama, akhirnya aku pergi menemui Bunga yang telah mekar harum di jambangan orang. Hanya dia yang ku percaya sebagai tempat curhat karena dia sendiri suka menceritakan masalahnya padaku. Intinya dari sesi curhat itu, Bunga yang telah mekar harum di jambangan orang menyarankan kepadaku untuk tetap seperti segelas air biasa yang tidak membutuhkan pewarna dan perasa. Sebab kalau segelas air putih biasa itu telah tercampur dengan zat lain, maka dia bukan lagi segelas air putih biasa. Dia bisa menjadi segelas sirup atau mungkin segelas es teh dan belum tentu si Nona P menyukai perubahan dari segelas air putih biasa miliknya itu. Segelas air putih biasa boleh jadi tidak menarik karena biasa saja, tidak ada ciri khas dari air itu yang bisa menarik perhatian si Nona P, tapi aku bukan sekedar segelas air putih biasa karena aku memiliki keunikanku tersendiri yang mungkin belum disadari Nona P, yang perlu kulakukan hanya harus membuatnya menyadari keunikanku itu. Jadi aku tetaplah menjadi segelas air putih biasa dengan keunikan yang aku miliki, sebab porsiku di hidupnya bukan untuk menjadi segelas es teh atau pun segelas sirup.

Tidak salah aku memilih Bunga yang telah mekar harum di jambangan orang sebagai teman curhatku. Berkat dia, setidaknya aku merasa tidak jelek-jelek amat untuk bersaing dengan minuman isotonik itu.

Dalam versi aslinya, yang dikatakan oleh Bunga yang telah mekar harum di jambangan orang tentu tidaklah sefilosofis kalimat panjang di atas, haha, karena bahasa yang dia gunakan lebih seperti bahasa yang sering digunakan dalam obrolan-obrolan santai dan tidak serunut itu. Namun secara garis besar, yang dia sampaikan adalah tepat seperti kalimat panjang diatas.

Meskipun aku sadar kalau resiko menjadi segelas air putih biasa akan sangat mudah dikalahkan oleh sebotol minuman berisotonik, kukatakan pada diriku sendiri bahwa hal itu tak mengapa, selama aku masih bisa mendekati Nona P, selama itu pula aku masih bisa memperjuangkannya. Ya, ini tak lebih dari sekedar kata-kata pelipur diri atas rasa kecemburuanku terhadap minuman isotonik itu.

Segelas air putih biasa boleh jadi tidak menarik karena biasa saja, tidak ada ciri khas dari air itu yang bisa menarik perhatian si Nona P, tapi yang perlu kulakukan hanya harus membuatnya menyadari keunikan dalam diriku.

Kisah ini kuakhiri sampai disini, sesuai dengan janjiku di awal. Meski hanya baru sepenggal kisah, kuharap para pembaca yang budiman bisa mendapatkan hikmah dari penggalan kisah ini.


Author : Mana Nepa
Pict Source : Here

0 komentar: