Saat bertemu kamu, aku sempat berpikir bahwa bertemu seseorang yang baru adalah penyembuh luka-lukaku di masa lalu. Namun aku tidak p...

(Bukan) Bintang Jatuh



Saat bertemu kamu, aku sempat berpikir bahwa bertemu seseorang yang baru adalah penyembuh luka-lukaku di masa lalu. Namun aku tidak pernah lagi sekalipun berusaha ingin menyembuhkan luka-luka itu sejak kamu menghentak kesadaranku lewat beberapa kalimat.

“Bahagia itu diciptakan, bukan digantungkan pada orang lain atau merenggut bahagia orang lain. Jadi, jika aku memutuskan berjarak kamu masih bisa bahagia kan?”
Mencuri kebahagiaan? Itukah yang membuatku jatuh berulang-ulang?

Light Side

Mempunyai keluarga besar yang utuh, kebebasan berekspresi yang diberikan, cita-cita besar yang tidak terkungkung keinginan orang tua, dan teman-teman yang mendukung mungkin jadi awal yang baik untuk menjadi “lebih besar”. Aku yang besar sebagai anak keenam dari tujuh bersaudara tidak pernah lebih atau kurang. Cukup. Aku merasa cukup dalam segala hal. Aku tidak berbakat menuntut orang tua, aku tidak pernah diberkati keberanian untuk selalu meminta. Segala yang diberikan padaku rasanya sudah terasa cukup.

Aku sempat bercita-cita menjadi seorang guru pada saat guru sekolah dasarku bertanya mau jadi apa aku kalau sudah besar nanti. Namun waktu-waktu terus berubah, begitupun cita-citaku. Aku sangat menyukai musik dan buku. Saat ilham itu datang, aku menyadari bahwa aku sangat ingin menjadi musisi atau penulis. Aku belum menyebut ini sebagai cita-cita waktu itu. Hanya saja aku merasa sangat bahagia saat melakukan kegiatan yang berhubungan dengan dua hal itu. Bermusik dan menulis/membaca buku.

Ada hal lain lagi. Ini tentang sesuatu, atau entah seseorang, atau entahlah tepatnya apa yang hidup di dalam diriku. Aku menyadari keberadaannya saat usiaku sepuluh tahun. Aku belum memahami istilah abnormal mengingat aku tidak banyak bicara dengan orang lain. Satu hal yang aku tahu sebagai anak kecil saat itu. Aku berbeda.

Aku menjadi sedikit dewasa dengan sendirinya. Tanpa bimbingan siapa-siapa, tanpa perlakuan istimewa, tanpa proses yang luar biasa. Aku hanya anak remaja yang biasa-biasa saja, lalu menjadi sedikit dewasa dengan wujud sederhana.


Dark Side

Aku mengawali semua kegilaan dalam hidupku dari titik ini. Aku baru saja akan memulai langkah menjejak universitas hingga langkahku terganjal keadaan. Mengingat kakak perempuanku (Si Nomor Empat) tengah menempuh kuliah di universitas yang akan aku tuju, juga adikku yang masih bersekolah dasar, aku yang bahkan belum melangkah pergi dari niat berkuliah sudah harus mundur di kesempatan pertama. Demi mengobati luka kecil ini, aku mengasingkan diri ke kota seberang. Menyembuhkan luka dengan bekerja. Sebuah perusahaan manufacturing menerimaku sebagai karyawan 'bau kencur'. Satu dari misteri hidupku mulai terkuak dari sini.

Aku yang tidak banyak bicara ini mengalami alienasi yang cukup lama di tempat itu, setidaknya sampai aku bertemu dengan seseorang. Seseorang yang pada akhirnya menjadi jawaban atas keabnormalanku selama delapan tahun terakhir.

Sebutlah aku jatuh cinta padanya. Dia yang sangat menyukai rubik dan matematika, novel dan budaya negeri ginseng. Dia dan jiwa bebasnya, kecerdasannya yang tersembunyi membuatku begitu mengaguminya. Pada akhirnya kami saling jatuh cinta. Cinta yang... absurd.

Hari-hari yang berbeda itu kemudian ada. Menyelinap diantara kami berdua. Kesepakatan akhirnya ditentukan: kami akan mencoba menaklukan universitas dan berusaha untuk mewujudkan cita-cita kami ke negara idaman kami masing-masing. Inggris dan Korea.

Seharusnya kami tahu, hidup selalu punya kejutan. Sekali lagi kami harus menghibur diri rupanya. Universitas itu menolak dua 'alien' ini. Satu-satunya yang paling banyak menuntut adalah hari-hari. Tidak peduli duka atau bahagia yang kita alami, ada hidup yang minta terus dilanjutkan. Ada bagian yang terlupakan sepertinya. Aku dan dia berhubungan beda kota.

Singkat cerita, dia yang sudah membuatku jatuh hati itu melanjutkan pendidikannya di sebuah kampus swasta. Berkat permintaannya, aku mengiyakan untuk tinggal di kotanya demi lebih dekat dengannya. Memastikan dia dan cita-cita kami baik-baik saja. Ia tenggelam dalam dunia belajarnya, aku menyibukkan diri dengan bekerja. Kami masih bisa berbahagia dengan apa yang kami jalani berdua.

Seharusnya aku tahu segala sesuatunya memang butuh restu. Apa yang kami jalani sekarang tidak pernah direstui Tuhan dan semesta. Sebab hubungan kami ini absurd. Melawan kehendak alam. Sebab aku jatuh cinta pada jenisku sendiri. Inilah yang terjadi saat kita jatuh cinta. Jangankan berpikir terang, merasa punya kepala dan logika saja mungkin tak bisa. Akhirnya, sebagian keabnormalanku mendapat jawaban dari Tuhan.

Perpisahan yang Tuhan hadiahkan pada kami, sama seperti pertemuan pertama kami. Mengejutkan. Penuh penyadaran sekaligus luka. Sebab aku telah kehilangan segalanya. Waktu, kesempatan, uang, rasa percaya, dan... ayah.

Ya, ayah.

Tahun kedua saat aku masih hidup bersama dengan dia yang membuatku cinta sekaligus luka, ayahku berpulang dengan tenang. Aku lupa apa tepatnya yang membuatku tidak bisa pulang ke rumah untuk menemui ayahku untuk terakhir kalinya waktu itu. Yang jelas aku sedang bersamanya. Sebutlah ia Seseorang-Yang-Namanya-Tidak-Boleh-Disebut.

Saat semua ini sudah terjadi, aku pulang ke rumah dalam keadaan penuh luka. Rasa bersalah, sakit hati, marah, kecewa, dan lelah memenuhi seisi hati dan kepala. Beban ini sungguh tidak ringan sama sekali. Seluruh hidupku berubah. Aku mengadu pada Tuhan. Aku mengajukan banyak sekali pertanyaan pada-Nya. Mengapa aku abnormal? Apa yang sebenarnya mau Engkau tunjukkan padaku? Bagaimana caranya aku bertahan?

Ini jawaban Tuhan untukku:

Mengapa aku abnormal? Abnormal adalah cara Tuhan untuk menyadarkanku bahwa aku istimewa, bahwa aku unik dan berbeda. Bahwa ia sangat menyayangiku. Ia ingin aku mengalami sendiri penderitaan itu agar aku segera kembali padanya, menjadi lebih dekat padanya. Ia ingin aku memahami rasa sakit, lalu belajar untuk menerimanya. Dan disinilah aku sekarang, aku bersyukur atas segalanya.

Apa yang sebetulnya mau Tuhan tunjukkan padaku? Hidup. Hidup yang sebenar-benarnya.

Bagaimana caranya agar aku tetap bertahan? 

Tepat di hari ke 1414 setelah hari itu (hari dimana aku bertemu dan jatuh hati pada Seseorang-Yang-Namanya-Tidak-Boleh-Disebut), aku kembali menemuinya. Aku bertemu dengannya untuk menuntaskan janji-janjiku yang belum sempat kutunaikan dengannya. Ratusan hari saat aku berusaha untuk sembuh dan move on, aku menulis untuknya. Sekumpulan puisi dan cerpen yang seluruhnya terinspirasi olehnya. Aku tidak bisa menjaganya lebih lama dari selama-lamanya, tapi lewat doa aku masih bisa meminta pada Tuhan untuk menjaganya. Aku tidak bisa membuatnya hidup abadi, tapi seluruh tulisanku akan mengabadikan namanya. Aku harap saat ini dan hari-hari setelah ini ia akan selalu berbahagia dengan hidupnya. Semoga.
Aku tidak bisa menjaganya lebih lama dari selama-lamanya, tapi lewat doa aku masih bisa meminta pada Tuhan untuk menjaganya. Aku tidak bisa membuatnya hidup abadi, tapi seluruh tulisanku akan mengabadikan namanya. 

Rasa bersalahku pada ayah tak akan pernah bisa kutebus dan kusembuhkan bahkan jika aku harus menangis setiap saat di pusaranya. Itu akan menjadi dosa yang akan kupertanggungjawabkan kelak sebagai anak. Entah bagaimana nanti, tapi saat ini aku tidak akan melakukan dosa yang sama pada ibuku. Satu-satunya harta berhargaku saat ini.

Saat ini, aku menerima takdirku dengan lebih berbahagia. Aku akan terus mengambil mata kuliah ikhlas, sabar, dan mata kuliah hidup yang lain meskipun aku tidak kuliah. Tidak, aku sedang menimba ilmu juga sebenarnya, ilmu tentang bertahan hidup. Aku menerima diriku yang unik dan berbeda. “Beda itu unik. Namun buat mereka yang nggak ngerti, beda itu udik,” seseorang yang kucintai pernah mengatakan itu padaku.

Aku tidak punya apa-apa untuk diajarkan, tapi ada beberapa hal yang pasti. Aku memang jatuh berkali-kali, sakit berkali-kali sampai tak terhitung lagi. Aku mungkin pernah putus asa dan lelah, tapi aku tidak pernah sekalipun ingin menyerah. Aku bukan iblis yang jatuh ke bumi karena mencuri rahasia langit. Aku bukan bintang jatuh yang saat ia terjatuh, ia tidak akan pernah bersinar lagi.

Aku adalah aku. Jatuh lalu bangkit adalah satu-satunya cara untuk tetap hidup. Itu saja.

Author : AKP
Pict Source : Here

0 komentar: