Aku tidak mengerti bagaimana cara Tuhan menetukan takdir dan nasib, ada begitu banyak takdir- takdir yang tidak bisa kita ubah, s...

Salam sayang dari Rara


Aku tidak mengerti bagaimana cara Tuhan menetukan takdir dan nasib, ada begitu banyak takdir- takdir yang tidak bisa kita ubah, salah satunya terlahir dari sebuah keluarga. Kita tidak bisa memilih ingin dilahirkan dari keluarga yang bagaimana, dan seperti apa. Tentu saja semua orang mendambakan keluarga yang sempurna seperti yang di gambarkan di kebanyakan sinetron dan film di Indonesia yaitu keluarga kaya raya dengan orang tua yang rupawan dan memiliki status sosial yang tinggi.  Tapi keluarga sempurna hanya ada dalam sinetron dan timeline sosial media, karena kenyataannya keluarga yang terlihat sempurnapun sesungguhnya juga memiliki kekurangan dan masalahnya masing- masing.
Aku sendiri tidak berasal dari keluarga yang sempurna, aku ditakdirkan terlahir sebagai anak perempuan dari sepasang suami istri yang seringkali bertengkar, terlebih ketika aku masih kecil hingga berusia 15 tahun. Bukan berarti setelah usiaku yang 15 orang tuaku tidak pernah bertengkar, hanya saja frekuansinya lebih rendah dan mungkin bisa juga mereka bertengkar diam- diam (tidak dihadapan anak- anaknya).
Sejauh yang aku tahu, masalah yang sering menjadi penyebab terjadinya cekcok adalah masalah ekonomi. Bapak  waktu itu tidak memiliki pekerjaan yang jelas, tidak menghasilkan uang, sedangakan ibu hanyalah seorang pns biasa yang pendapatannya tidak seberapa harus menghidupi kami sekeluarga, mulai dari kebutuhan sehsri- hari,biaya sekolah anak- anak hingga membayar tagihan listrik dan perbaikan rumah ditanggung oleh ibu. Setiap hari bapak pergi entah kemana menggunakan sepeda motor kredit yang tentu saja dibayar oleh ibu. Karena tidak memiliki penghasilan yang jelas, seringkali bapak meminta uang kepada ibu katanya mau buat inilah buat itulah buat modal usahalah dan akhirnya selalu berakhir tidak jelas.
 Ibu adalah seseorang yang sangat cermat dan berhati- hati dalam merencanakan sesuatu, termasuk menyiapkan tabungan untuk keperluan anak- anaknya. Namun sayang, terkadang uang itu diam- diam diambil oleh bapak tanpa sepengetahuan ibu, digunakan entah untuk apa. Tak cukup uang ibu, uang tabunganku yang aku sisihkan dari uang saku sekolahpun kadang juga diambil oleh bapak.  Aku memang terbiasa menabung sejak kecil, hal itu tidak lain terinspirsi dari ibu. Kondisi ekonomi yang tidak pasti membuatku tidak bisa memiliki mainan dan pernik- pernik khas anak perempuan seperti teman- teman sebayaku, bahkan untuk sekedar membeli  sebuah dompetpun aku harus mengurangi jajanku demi bisa menyisihkan uang saku. Anak kecil mana yang tidak sakit hatinya ketika tabungan yang sudah dikumpulkan dengan  susah payah selama berhari- hari yang sedianya untuk membeli dompet idaman justru diambil oleh bapaknya sendiri. Semenjak itu, aku nyaris benci tidak percaya lagi kepada bapak. Tapi sepertinya ibu tidak seperti aku, entah hatinya terbuat dari apa dan bagaimana, dalam kondisi apapun beliau selalu bisa memaafkan kesalahan bapak.
Bapak dan ibuku sekarang berusia lebih dari 50 tahun, dan mereka masih bersama. Bapak sekarang sudah lebih baik, mau pergi ke ladang dan bercocok tanam, meskipun hasilnya belum begitu ketara tapi jelas itu sebuah peningkatan yang melegakan setidaknya bapak mempunyai kegiatan yang positif tidak seperti dahulu yang hanya pergi- pergi tidak karuan tujuannya.  Biar begitu, tetap saja ibu masih memikul beban ekonomi yang tidak mudah, diusianya yang sudah lebih dari setengah abad beliau masih menyekolahkan adikku yang masih duduk di bangku SMA, selain itu kekacauan masa lalu menyebabkan keluargaku memiliki hutang di bank yang jumlahlah tidak sedikit.
Aku tidak mengerti bagaimana ibu bisa sekuat dan setabah ini, aku bersyukur menjadi putri beliau, terlahir dari rahim seorang ibu yang cerdas dan kuat. Aku memang tidak bisa membantu banyak,  tapi aku bersyukur bisa selesai kuliah di usia yang masih tergolong muda, 20 tahun. Setidaknya ketika kebanyakan teman-  teman sebaya masih kuliah, aku sudah bisa mulai bekerja, belajar hidup madiri dan mengurangi beban ibu, syukur- syukur bisa membantu dikemudian hari.

Teruntuk kedua orang tuaku, biar bagaimanapun aku bahagia ditakdirkan menjadi putri kalian, dan semoga kalian juga bahagia mempunyai seorang putri yang tidak seberapa seperti aku.
Salam sayang,
rara.  

Author : Rara
Pict Source : Here

0 komentar: