Tak banyak waktu yang saya lewatkan bersama kedua orangtua saya. Sejak kecil saya diasuh kakek nenek saya di kota yang berjarak sek...

Tak Bisa Memilih



Tak banyak waktu yang saya lewatkan bersama kedua orangtua saya. Sejak kecil saya diasuh kakek nenek saya di kota yang berjarak sekitar satu jam dari tempat tinggal orangtua saya. Karena saya anak semata wayang, maka saya merasa orangtua saya tak cukup pandai membesarkan anak; baik membesarkan raganya maupun jiwanya.

Pernah suatu kali saya mengungkapkan cita-cita saya untuk menjadi pengusaha, yang mana ketika ibu saya mendengarnya beliau langsung bereaksi keras yaitu mengomel dan mengatai saya tidak pantas menjadi pengusaha karena orangtua saya bukan orang kaya. Beliau menambahkan harusnya saya bisa berpikir untuk memilih cita-cita yang masuk akal.

Mungkin ibu saya sudah lupa, saya pun ingin lupa tapi tak bisa. Mungkin karena rasa sakitnya terlalu dalam menusuk dada.

Ada banyak hal yang sama sekali tidak saya sukai dari kedua orangtua saya. Bukan cuma tidak suka, kadang saya malu dan frustrasi karena orangtua saya seperti itu. Tapi kita tidak bisa memilih mau dilahirkan di keluarga yang seperti apa. Kita cuma bisa menerima dan memilih ingin menjadi manusia seperti apa.

Saya banyak membangkang ketika remaja. Tak hanya membangkang, saya banyak melakukan hal-hal secara diam-diam. Berbohong sudah menjadi semacam teh hangat di pagi hari; hal wajar yang melengkapi aktivitas.

Sekarang tibalah masa saya berpikir. Apa iya saya akan tetap berkelakuan tidak baik pada orangtua saya? Masalahnya bukan pada mereka atau saya. Saya memikirkan anak saya.
Apa yang saya lakukan adalah pelajaran hidup bagi anak saya. Saya bukan tipe orang yang melarang merokok dengan kalimat-kalimat penguatan atau ultimatum sementara di belakang anak saya rokok tetap menjadi sahabat yang baik untuk saya sendiri. Saya bukan orang seperti itu. Saya tidak melarang anak saya merokok. Saya hanya tidak merokok di depan dan belakang anak saya.


Untuk itu, jika saya masih saja membangkang pada orangtua saya maka saya tidak pantas mengharapkan anak saya patuh pada saya. He learns from life, not from the show.

Pelan-pelan saya memperbaiki hubungan dengan orangtua saya. Pelan-pelan saya memperbaiki diri. Pelan-pelan saya memperbaiki cara berkomunikasi dengan suami. Pelan-pelan saya belajar untuk menjadi orangtua yang pas untuk anak saya karena saya tidak ingin membuatnya merasa terjebak lahir di keluarga yang tidak dia sukai. 

Author : 
Pict Source : HERE

0 komentar: