Tidaklah suatu hal bisa menerangi dunia jika ia tak mampu menerangi dirinya sendiri. Itu adalah prinsip yang selalu kupegang. Terlahir di keluarga yang lumayan berantakan membuatku harus jadi lebih kuat dari teman-temanku. Mungkin itu adalah salah satu faktor pembentuk kepribadianku yang sanguinis melankolis ini. Sekarang umurku hampir 29 tahun, namun belum juga aku bisa masak dengan enak, membereskan rumah dengan bersih dan rapi, bahkan mengasuh anak dengan sabar. Entahlah. Kalau memikirkan hal itu aku jadi sedih, down lalu inigin bunuh diri rasanya. Ditambah lagi jika melihat status-status teman saya di medsos yang seringnya berkutat tentang “orang yang begini begitu pasti pikniknya kurang jauh, kebanyakan makan mecin atau kurang main.”
Saya makan mecin setiap hari, jarang main keluar, apalagi bepergian jauh. Tak punyalah saya uang untuk piknik jauh-jauh. Keterbatasan saya mendorong saya untuk berusaha menjadi berguna bagi sesama. Saya melakukan hal-hal yang tidak umum dilakukan orang.
Salah satunya adalah merayakan ulang tahun tanpa selebrasi bagi-bagi makanan ke tetangga sekitar. Saya lebih memilih membeli nasi bungkus untuk dibagikan ke orang jalanan. Selain itu, di kala orang sekitar saya sibuk mengkomplain gaji dan beban kerja, saya lebih memilih untuk menikmati dan mensyukuri pekerjaan saya yang tidak seberapa ini. Suami saya selalu bilang, “Nggak ada orang yang maksa buat kerja, daftar jadi relawan ini itu, mencalonkan diri jadi ini itu, tapi kalau udah dapet, mereka pada komplain aja. Daripada banyak komplain tentang kerjaan, resign aja cari yang lain. Biar tahu kalau kerjaan itu seperti melihat langit di atas langit. Ada aja yang kelihatannya lebih enak. Padahal yaaaa semua juga gitu.”
Menerangi bumi bukanlah hal yang mudah. RA Kartini adalah seorang perempuan bangsawan dari kota tempat saya lahir, Jepara. Digadang-gadang sebagai pahlawan emansipasi wanita. Sayang, wanita-wanita di sana masih banyak yang tidak melek pendidikan dan menggeser makna emansipasi sebagai bentuk pemalakan kepada para lelaki. Saya sedih, tapi tak bisa berbuat banyak. Saya sendiri cuma lulusan S1 yang tidak lagi tinggal di sana.
Jika mungkin saya harus berjelaga dalam bara agar tetap menyala, saya lakukan itu, sekuat tenaga.
Keinginan saya untuk bisa menjadi lentera bagi sesama terus saya usahakan. Sudahlah, saya tak lagi peduli dikata aneh, berlebihan atau disindir tak pernah ‘dolan’. Terkadang orang perlu membakar diri agar nyala apinya menerangi sekitar. Jika mungkin saya harus berjelaga dalam bara agar tetap menyala, saya lakukan itu, sekuat tenaga.
Author : Aicha
Pict Source : Here
0 komentar: