Aku merasa hidupku selama 25 tahun ini selalu berhubungan dengan orang berpenyakit jantung. FYI umurku sebenarnya 28 tahun tetapi tiga tahun terakhir ini aku lepas berhubungan dengan jantung-jantungan, terkecuali jantungku sendiri yang masih setia dan sehat berdetak untukku. Orang yang pertama memiliki jantung lemah, yang kedua jantung lemah menjadi jantung bocor dan itu bangsat banget, yang ketiga jantung lemah lagi.
Orang pertama yang aku kenal menderita jantung lemah adalah tanteku sendiri, satu-satunya tante dari pihak ayahku. Tante yang 'gitu-gitu' tapi tetap aku sayang. Tante yang baik sampai pernah ribut dengan suaminya gara-gara suaminya tidak suka denganku yang terlalu sering menumpang di rumahnya. Tante yang berusaha untuk menguliahkanku, tapi apa daya uangnya terpakai untuk berobat karena dia sedang parah-parahnya sakit waktu aku lulus SMA. Tanteku yang tahu kalau saat aku kecil, aku begitu menyukai Teletubbies dan membelikanku benda-benda yang ada Teletubbiesnya. Tanteku yang tidak boleh terlalu capek sehingga selalu pulang lebih awal dari toko daripada yang lain. Tanteku yang dari sakit jantung saja sampai sakit macam-macam, komplikasi, badannya semakin kurus, keluar masuk rumah sakit dan itu menguras emosinya sendiri, akhirnya meninggal. Tanteku tidak berhak merasakan sakit lagi, dia berhak untuk meninggal dan bahagia.
Apa kau sudah bahagia di atas sana, Tante? Maafkan keponakanmu yang masih belum bisa membalas budimu walau seujung kuku ini, ku doakan kau bahagia selalu.
Orang kedua adalah pacar keduaku, namanya Andrew Prasetya Damopoli, blasteran Manado Sunda. Yah kalian bisa tebak sendiri siapa yang Manado dan siapa yang Sunda dari marga yang disandangnya. Bapaknya bekerja kantoran, ibunya seorang bidan yang sedang menempuh pendidikan lagi untuk menjadi seorang dokter. Bebek (ini panggilanku untuknya) lemah jantung dari lahir. Anak tunggal karena ibunya tidak bisa punya anak lagi, dia dimanja, apapun yang diinginkannya pasti dituruti, cuma satu yang nggak bisa dituruti yaitu saat dia minta adek. Uang jajannya 1,5 kali lipat dari uang gajiku saat aku bekerja dengan tanteku di Bekasi. Dia kuliah di UKI Jurusan Teknik Mesin, sebenarnya dia disuruh jadi dokter oleh ibunya, tapi dia nggak mau katanya masa dokter sakit ngobatin orang sakit. Hidupnya sempurna seperti di sinetron (setidaknya menurut orang yang melihat dari cover-nya saja) dan seperti sinetron pula hidupnya terjun bebas bertubi-tubi. Aku adalah pacar yang bangsat saat itu, kenapa? Karena saat dia nangis aku ikutan nangis, saat dia sedih aku ikutan sedih, saat dia lemah aku ikutan lemah, saat dia emosi aku ikutan emosi. Aku tidak menyalahkan diriku saat ini, aku mengerti dulu aku sama labilnya dengan Bebek. Oh andai waktu bisa diulang walaupun itu tidak mungkin... Aku ingin menjadi pacar yang kuat saat dia lemah. Aku ingin menjadi pacar yang ceria sehingga saat dia bersedih aku bisa membuatnya tertawa. Saat dia bercanda memintaku meminum setengah dari obatnya yang jumlahnya lebih dari kesebelasan sepakbola aku bisa untuk memberinya semangat bukan malah menangis. Saat ayahnya ketahuan selingkuh dengan sekretarisnya di kantor aku bisa meredakan emosinya dan bukannya sama mengamuk. Bebek yang aku cinta, yang aku yakini tetap mempunyai ruang di hati ini sampai aku mati, yang pernah aku tangisi selama berbulan-bulan dalam ibadah raya di gereja karena aku bisa ibadah sementara dia terbaring di rumah sakit, yang aku tangisi selama lebih dari dua tahun setiap malam sebelum tidur, yang garis hidupnya menjadikanku lebih dewasa untuk menghadapi setidaknya orang-orang seperti dia lagi di kehidupanku selanjutnya. Bebek yang aku cinta.
Orang kedua adalah pacar keduaku, namanya Andrew Prasetya Damopoli, blasteran Manado Sunda. Yah kalian bisa tebak sendiri siapa yang Manado dan siapa yang Sunda dari marga yang disandangnya. Bapaknya bekerja kantoran, ibunya seorang bidan yang sedang menempuh pendidikan lagi untuk menjadi seorang dokter. Bebek (ini panggilanku untuknya) lemah jantung dari lahir. Anak tunggal karena ibunya tidak bisa punya anak lagi, dia dimanja, apapun yang diinginkannya pasti dituruti, cuma satu yang nggak bisa dituruti yaitu saat dia minta adek. Uang jajannya 1,5 kali lipat dari uang gajiku saat aku bekerja dengan tanteku di Bekasi. Dia kuliah di UKI Jurusan Teknik Mesin, sebenarnya dia disuruh jadi dokter oleh ibunya, tapi dia nggak mau katanya masa dokter sakit ngobatin orang sakit. Hidupnya sempurna seperti di sinetron (setidaknya menurut orang yang melihat dari cover-nya saja) dan seperti sinetron pula hidupnya terjun bebas bertubi-tubi. Aku adalah pacar yang bangsat saat itu, kenapa? Karena saat dia nangis aku ikutan nangis, saat dia sedih aku ikutan sedih, saat dia lemah aku ikutan lemah, saat dia emosi aku ikutan emosi. Aku tidak menyalahkan diriku saat ini, aku mengerti dulu aku sama labilnya dengan Bebek. Oh andai waktu bisa diulang walaupun itu tidak mungkin... Aku ingin menjadi pacar yang kuat saat dia lemah. Aku ingin menjadi pacar yang ceria sehingga saat dia bersedih aku bisa membuatnya tertawa. Saat dia bercanda memintaku meminum setengah dari obatnya yang jumlahnya lebih dari kesebelasan sepakbola aku bisa untuk memberinya semangat bukan malah menangis. Saat ayahnya ketahuan selingkuh dengan sekretarisnya di kantor aku bisa meredakan emosinya dan bukannya sama mengamuk. Bebek yang aku cinta, yang aku yakini tetap mempunyai ruang di hati ini sampai aku mati, yang pernah aku tangisi selama berbulan-bulan dalam ibadah raya di gereja karena aku bisa ibadah sementara dia terbaring di rumah sakit, yang aku tangisi selama lebih dari dua tahun setiap malam sebelum tidur, yang garis hidupnya menjadikanku lebih dewasa untuk menghadapi setidaknya orang-orang seperti dia lagi di kehidupanku selanjutnya. Bebek yang aku cinta.
Aku ingin menjadi pacar yang kuat saat dia lemah. Aku ingin menjadi pacar yang ceria sehingga saat dia bersedih aku bisa membuatnya tertawa.
Tuhan sepertinya tahu kalau aku harus kuat untuk menghadapi orang seperti Bebek lagi. Padahal setelah Bebek meninggal aku sungguh-sungguh berdoa kepada Tuhan untuk tidak mendekatkanku dengan orang berpenyakitan lagi. Doaku tidak dikabulkan, aku dipertemukan dengan soulmate-ku, kembaran jiwaku, yang dengannya terkadang aku tidak perlu mengucapkan apa-apa, tapi dia mengerti. Kami seperti mempunyai telepati, soulmate yang aku janjikan, aku akan bertambah mencintainya di hari-hari sampai akhir hayat. Kalau bukan akhir hayatku setidaknya sampai akhir hayatnya dan aku bahagia aku berhasil memenuhi janjiku. Aku tetap bersamanya sampai hari terakhir hidupnya. Aku bisa menguatkannya saat dia sedang terlalu lemah bahkan untuk tidur pun dia takut, takut mati. Aku berhasil mendampinginya mengisi hari-harinya dengan kasih sayang yang aku punya.
Ku cinta kau saat ini... lebih dari hari yang kemarin.
Dan akan kuberikan... lagi dan lagi.. sampai akhir hayat nanti.
Sungguh separuh jiwaku seperti tercabut dari raga saat dia pergi, soulmate-ku, kesayanganku, malaikatku, orang yang selalu menilaiku bagus walaupun aku sendiri merasa jelek. Dia akan menempati salah satu ruang di hatiku sampai aku mati.
Lalu apa ketakutan terbesarku? Aku takut mati. Aku takut mati walaupun aku melihat orang-orang terdekatku mati. Walaupun dengan kematian mungkin aku bisa berbincang dengan mereka lagi, tapi aku takut mati.. takut sekali.
Author : Boanerges
Pict Source : Here
0 komentar: