Sudah agak lama aku ingin sekali membeli tas ransel Deuter, harganya sangat menampar memang. Aku memimpikannya siang dan malam, tapi mana bisa uangku terkumpul untuk membelinya, hanya untuk menutup kebutuhan harian saja masih sering ngutang.
Sabtu itu, seorang sepupuku datang ke rumah di pagi hari, ia ada acara di tempat yang jauh maka ia meminta tolong padaku untuk menaruh jaket dan sepatu untuk direparasi di tukang jahit sepatu dan jaket. Ia memberiku uang 20 ribu untuk DP ongkos reparasinya.
Sesampainya di tukang jahit, ia hanya menyuruhku untuk meninggalkan barang yang perlu direparasi, tidak perlu DP. Bayar sekalian saja saat pengambilan. Jadi uang 20 ribu itu kukantongi. Memang kala itu uangku benar-benar habis. Sepeser pun aku tak punya.
Di perjalanan pulang, aku melihat seorang kakek tua berjalan lambat dengan headset menutup kedua telinganya. Tangannya menarik sebuah gerobak dengan tulisan MBAH MARDI 82th. Hatiku terenyuh melihatnya. Cepat-cepat kupacu motorku ke warung nasi terdekat, kubungkuskan sepaket nasi sayur dan lauk untuk beliau. Uang adikku yang 20ribu itu kupinjam dulu untuk membayar nasi bungkus.
Kurasa aku akan lebih bahagia dengan memberi, bukan membeli.
Tak sulit menemukan beliau lagi karena beliau berjalan lambat sementara aku naik motor. Kuhampiri Mbah Mardi yang hendak berbelok masuk gang kecil. "Mbah," kusapa beliau, aku masih di atas motorku. Saat itu anakku yang masih balita ikut, jadi aku sulit turun dari motor.
Kuulurkan tanganku dengan bungkusan nasi, "Mbah, sedikit buat makan siang." Beliau memandangku erat, sebuah momen yang mampu meluluhlantakkan hatiku. "Makasih ya Nak, Mbah doakan rejekimu lancar, sehat selalu biar bisa kerja yang tekun."
Nyesss... Leleh langsung air mataku. Cepat-cepat aku berpamitan dan segara meninggalkan beliau. Tatapan matanya yang hanya beberapa detik itu menyiratkan ketulusan doa dari seorang pejuang hidup. Mbah Mardi, sama dengan aku adalah orang yang berjuang demi hidup. Betapa ketulusannya mampu menamparku dan memberiku pelajaran yang sangat berharga; aku sudah dicukupkan dengan hidupku.
Sesulit apapun hidupku, sebanyak apapun pinjamanku, aku masih bisa makan, anakku masih bisa makan, suamiku masih bisa makan. Kami semua sehat dan kemana-mana bisa naik motor milik sendiri.
Tiba-tiba aku sudah tidak menginginkan tas Deuter lagi. Kurasa aku akan lebih bahagia dengan memberi, bukan membeli.
Alhamdulillah...
Author : Aicha
Pict Source : Here
0 komentar: