Ada yang bilang cinta itu seperti sungai, yang dapat menenggelamkan buluh perindu. Jika diingat lagi, aku tak tahu arti sesungguhnya...

Only Yesterday!




Ada yang bilang cinta itu seperti sungai,
yang dapat menenggelamkan buluh perindu.

Jika diingat lagi, aku tak tahu arti sesungguhnya perasaan rindu itu seperti apa. Perasaan rinduku telah kuleburkan sejak lama.


Aku bertemu dengannya saat masa Bina Akrab Jurusan, aku tidak mengenalnya, tapi sejak dia melihatku di acara outbond, dia selalu berusaha memburuku. Tidak bermaksud untuk GR, tapi itulah yang terjadi. Dia bilang, sesuatu yang ada pada diriku telah mengingatkannya pada adiknya yang saat itu masih bersekolah SMA nun jauh disana dan sudah lama tak ia temui. Dia pun mencoba untuk menjadi akrab denganku.

Setelah acara bina akrab itu selesai, kita masih terus saling berhubungan. Kita menjadi semakin dekat dan menjadi dekat meski tetap dialah yang lebih aktif berbicara dibandingkan aku. Hatiku terlalu beku untuk bisa menunjukkan semuanya dalam kata-kata.

Entah kenapa setiap kali dekat dengannya aku selalu terpikir, perasaan macam apa ini, anganku selalu berpacu bila duduk dekat dengannya. Aku tahu kedekatannya terhadapku hanyalah sebatas karena aku seperti obat rindu baginya, seperti kepada adiknya satu-satunya. Namun aku menikmati setiap waktunya tanpa pernah menganggap dia sebagai seorang kakak, meski aku terkadang memanggil dia dengan sebutan Kakak Tingkat.

Aku teringat ketika suatu malam dia menghubungiku karena perutnya terasa sakit, dia bilang kalau dia punya penyakit maag yang akan sangat menyakitinya kalau sedang kambuh. Dia memintaku untuk mengantarkannya berobat ke Rumah Sakit Tentara. Udara malam itu lumayan dingin karena hujan sore tadi masih menyisakan sedikit rintikan hujan dan diatas dua roda ku antarkan dirinya ke tempat yang dia inginkan. Dia terus mengeluh tentang rasa sakitnya dan aku hanya mendengarkannya mengeluh sambil berkonsentrasi terhadap jalan raya.

Dalam perjalanan kembali pulang dari Rumah Sakit, dia masih terus mengeluh tentang rasa sakitnya hingga dia akhirnya menyandarkan kepalanya ke pundakku. Mungkin dia tidak tahu seperti apa perasaanku saat itu. Aku sangat-sangat bahagia sekali karena dia memilihku dari sekian banyak temannya yang bisa dia hubungi, aku begitu bahagia sebahagia Nobita ketika akhirnya dia mampu mengubah masa depannya, hingga ia ingin seluruh dunia mengetahui perasaan bahagianya. Kenangan malam itu, akan selalu membekas dalam ingatanku, papan-papan penanda jalan, lampu-lampu yang basah, cipratan air di atas aspal dan orang-orang yang saat itu sedang sibuk kesana-sini akan menjadi saksi atas kebahagiaanku malam itu. Saat itu aku masih belum tahu, kalau nantinya aku tidaklah seperti Nobita yang bahagia, aku justru seperti Doraemon yang bersedih karena harus meninggalkan Nobita setelah misinya untuk membuat Nobita bahagia tercapai.

Keesokan malamnya ketika aku hendak menjenguknya, dia sudah agak baikan dan tak lama setelah kedatanganku, seorang pria datang juga menjenguknya. Dia terlihat akrab dengan pria itu hingga akhirnya dia mengenalkan pria tersebut sebagai kekasihnya. Mungkin sepenggal lirik ini bisa mewakili perasaanku saat itu:

"Ada yang bilang cinta itu seperti silet
yang dapat membuat jiwamu bercucuran darah"

Setahun kemudian setelah kita saling mengenal, akhirnya dia putus dengan kekasihnya. Dan tak terasa juga, akhirnya dia akan segera diwisuda. Malam hari sebelum cara wisudanya, dia mengajakku ikut makan malam bersama keluarganya yang baru saja datang dari jauh. Aku senang sekali dia mau mengenalkanku pada keluarganya. Aku akhirnya dapat bertemu dengan adiknya yang selalu dia anggap mirip denganku. Malam itu juga dia putuskan untuk pulang kembali ke kampung halamannya dan entah akan kembali atau tidak, saat itu dia belum memutuskan.

Satu bulan setelah acara wisudanya, dia akhirnya pulang juga ke kampungnya. Dia tak memintaku untuk mengantarnya ke bandara karena dia tak ingin merepotkanku. Padahal akan jadi asik sekali kalau seandainya dia memintaku mengantarnya ke bandara saat itu, mungkin di bandara nanti aku akan menyanyikan lagu “Leaving on a Jet plane” untuknya. Haha. Ah lagi-lagi anganku berpacu bila di dekatnya.

Dia pun pulang.

Tidak terasa setelah setahun lebih perkenalan, dia telah cukup meninggalkan banyak kenangan untukku saat bersamanya. Dalam beberapa waktu setelah dia pergi, aku masih dapat menghubunginya tapi sayang, sepertinya semesta mendukung untuk memisahkan aku dan dia, Handphone-ku tertinggal di dalam angkot saat aku pergi mengurus beasiswa dan nomornya pun ikut tertinggal bersamanya.

Sejak saat itu, aku memutuskan untuk melupakannya. Bukan karena aku membenci dia yang telah pergi meninggalkanku. Aku masih akan selalu mengingat kehangatannya yang selalu menganggapku sebagai adiknya, seolah membentuk benang yang menghubungkanku padanya, tapi tak untuk saling mengikat sekalipun aku mengikuti benang itu. Itulah fakta yang kutemukan. Dan kukatakan selamat tinggal kepada hari-hari ketika bersamanya dan hallo kepada dunia ini yang tanpa dirinya.

Beberapa waktu kemudian aku kembali mendapatkan nomornya dari temanku yang berada satu universitas dengan adiknya yang sesungguhnya. Meski begitu, aku tak pernah menghubungi nomor tersebut. Dia telah aku tinggalkan di masa lalu dan biarkan saja tetap seperti itu, aku tak ingin membawa dia kembali ke masa kini meski terkadang dalam mimpiku dia pernah beberapa kali muncul. Kuanggap dirinya seperti bayangan pada genangan air yang perlahan mulai memudar. Meski kadang-kadang aku suka berpikir, “Dia sedang apa yah disana?”



Author : Mana Nepa
Pict Source : Here

0 komentar: