Sekilas judul ini pasti akan membawa kalian pada sebuah judul film yang pernah tayang beberapa waktu lalu. Well , sebenarnya aku tidak mem...

Tuhan Mengapa Aku Berbeda



Sekilas judul ini pasti akan membawa kalian pada sebuah judul film yang pernah tayang beberapa waktu lalu. Well, sebenarnya aku tidak memiliki kekurangan suatu hal apapun, tapi memang 'Tuhan, mengapa aku berbeda' adalah hal yang sering aku ucapkan ketika mendapati aneka macam bully, atau cemooh dari orang-orang sekitar.

Aku lahir 27 tahun lalu dengan keadaan serba kekurangan. Menurut cerita ibuku, aku lahir tanpa bidan, tanpa tenaga medis yang mumpuni, sangat berbeda dengan kakak maupun adikku. Boleh dikata mungkin aku adalah bayi yang tidak diketahui kehadirannya selama beberapa bulan dalam rahim Ibuku. Jadi tidak banyak hal yang dapat dilakukan oleh kedua orang tuaku pada waktu itu.

Aku terlahir sempurna, maksudku secara fisik aku tidak memiliki kecacatan. Hingga ketika aku berusia sembilan bulan, ibuku bercerita bahwa kala itu aku memiliki postur tubuh seperti anak usia dua tahun. Lantas, apa yang salah? Mungkin kalian bertanya-tanya.

Aku melewatkan masa dua puluh tahun pertamaku dengan berbagai macam bully-an. Tepatnya semenjak aku masuk SMP. Aku tumbuh tak terkendali, bisa kukatakan untuk ukuran orang jawa aku terlalu tinggi dan aku adalah anak perempuan. Tubuhku menjulang tinggi dibanding teman-teman sebayaku, pada kelas 1 SMP tinggi tubuhku mencapai 160 cm dan aku memiliki tubuh yang teramat kurus. Ya, aku sangat berbeda dengan Ibu dan Bapakku, Kakak dan adikku, begitu pula keluarga besarku. Tidak hanya secara fisik, tapi dari segi wajah. Aku memiliki wajah khas bangsa kaukasian. Bentuk mata hidung mulut dan badan. Namun pada waktu itu aku tidak bisa disebut cantik. Aku kurus, hitam karena panas matahari, berambut keriting dan susunan gigiku tidak rata. Kau tahu bagaimana mereka membully-ku? Mereka menyebutku raksasa, jerangkong dan berbagai macam sebutan aneh lainnya. Aku tidak begitu mempedulikan ejekan teman-temanku saat itu karena masa SMP-ku masih menyenangkan, aku masih memiliki beberapa teman karib.

Hingga aku masuk ke salah satu SMA terbaik di kotaku, bully-an itu terus berlanjut. Dan itu membuatku sangat tidak percaya diri, aku merasa minder terutama dengan lawan jenis. Pada saat itulah aku selalu merasa Tuhan itu tidak adil, saudara saudariku berparas cantik dan baik kenapa hanya aku yang menjadi buruk rupa hingga harus terus dibully. Bully-an saat aku berada di SMA lebih kejam, dibandingkan ketika aku duduk di bangku SMP. Mereka terus menghina fisikku dan menjadikannya bahan gurauan. Menyakitkan bukan? Ya aku selalu ketakutan ketika sekelompok anak bullyers berkumpul karena aku tahu jika aku lewat di depan mereka, mereka akan mem-bully-ku habis-habisan.

Bully-an juga tidak hanya berasal dari teman-teman sekolahku, tapi juga keluarga besarku. Ya mereka mungkin hanya bercanda, tapi mengatai-ngatai fisik di depanku tentu sangat menyakitkan bukan? Tak segan mereka berkata bahwa aku ini gadis yang jelek seperti raksasa.

Tuhan mengapa aku berbeda, itulah kata-kata yang sering aku ucapkan ketika mereka mulai mem-bully-ku, tak jarang aku meracau menyalahkan Tuhan karena aku mungkin ciptaan-Nya yang gagal atau apkir. Sudah tidak terhitung berapa banyak orang yang memanggilku dengan sebutan yang mengandung hinaan secara fisik, bahkan ada yang berkata, “Amit–amit mugi sok anakku ora koyok kowe." Sudah tak terhitung berapa pasang mata yang memandangku aneh dari atas ke bawah seakan-akan aku bukanlah manusia. Bahkan aku pernah berimajinasi bahwa mungkin aku bukanlah anak kandung kedua orang tuaku, mungkin suatu saat orang tua kandungku akan datang menjemputku untuk tinggal bersama mereka dan tinggal di negara di mana mereka berasal.

Hingga suatu hari aku mengingat kembali pelajaran masa SMP tentang gen dan dalam keputusasaanku terhadap hinaan fisik ini, aku mencoba memberi pemahaman pada diriku sendiri bahwa memang mungkin ada darah ras kaukasian dalam diriku yang berasal dari nenek moyangku dulu. Gen yang mungkin hanya muncul pada diriku, bukan pada saudara-saudaraku. Akhirnya perlahan aku mulai berusaha menerima diriku, menerima perbedaan yang diciptakan Tuhan atas diriku dan berhenti menyalahkan-Nya.

Bully-an di masa lalu selalu membekas dalam ingatanku, tapi bully-an menjadikanku pribadi yang kuat dan menjadikanku lebih bijaksana dalam menyikapi kehidupan. Maksudku, aku juga tidak gampang untuk percaya perkataan lelaki ketika mereka mengatakan bahwa mereka jatuh cinta kepadaku. Bagaimana mungkin gadis buruk rupa sepertiku bisa membuat mereka jatuh cinta. Jadi aku tidak harus melalui kisah percintaan yang berliku dan membuang waktu.

Dan rasa tidak percaya diri akibat bully menjadikanku pribadi yang lurus, pada usia 18-20 tahun aku tidak pernah sekalipun keluar malam atau bermotor-motor ria bersama para remaja lelaki lainnya. Aku menghabiskan malam-malamku dengan belajar, membaca novel, atau menonton film-film favoriteku. Di tengah-tengah era pergaulan bebas, aku merasa saat itu aku patut dibanggakan.

Setelah belasan tahun berlalu, hari ini ketika aku membuka mataku dipagi hari dan memandang wajahku di cermin, tak hentinya aku mengucap rasa syukur bahwa aku tercipta dengan sempurna dengan khas kaukasian yang semakin nampak seiring dengan bertambahnya usiaku. Oya tinggiku saat ini 170 cm dengan berat badan sedikit berlebih, kulitku juga sudah tidak begitu hitam dengan panas matahari karena aku sudah berhenti bermain kasti dan gigiku sudah rapih, sehingga ketika kau bertemu denganku aku akan tersenyum lebar menyapamu. Dan kau tahu, aku mendapat banyak sekali klien yang se-ras denganku. Haha wajahku memudahkan pekerjaanku sebagai marketing di salah satu perusahaan swasta dan juga aku yang tidak cantik ini pun telah menikah dengan laki laki yang melihatku dari sisi yang berbeda.

Begitulah Tuhan menciptakanku berbeda untuk mengajariku tentang sebuah proses panjang sebuah kehidupan. semoga kita senantiasa menjadi pribadi yang penuh rasa syukur setiap hari.



Author : Tina
Pict Source : Here

1 komentar: