Ada masa ketika kami berempat tak terpisahkan oleh jarak. Fern, Ryong, Tyo dan aku, Cha. Tinggal di rumah kos yang jauh dari rumah kami ma...

Merindukanmu Seperti Mendamba Angin di Kaki Gunung Es



Ada masa ketika kami berempat tak terpisahkan oleh jarak. Fern, Ryong, Tyo dan aku, Cha. Tinggal di rumah kos yang jauh dari rumah kami masing-masing membuat kami bebas menghabiskan waktu untuk selalu bersama. Banyak ide gila, banyak waktu tertawa, banyak tugas kuliah mendera dan segala tangis yang kami lalui bersama.

Suatu hari di masa Freshmen kami, sepulang kuliah kami berencana beristirahat di kosku yang tidak jauh dari kampus. Kala itu Ryong belum memiliki motor. Maka ia akan berkendara satu motor dengan Fern. Ia meyakinkan Fern atas kemahirannya naik motor. Dengan badan yang tinggi kekar, Ryong tampak meyakinkan bahwa ia mampu memboncengkan Fern yang chubby dan lebih bulat darinya. Berangkatlah kami ke kosku.

Di perjalanan, motor Fern tampak bermasalah. Aku dan Tyo sudah lumayan khawatir karena jalannya jadi melenggak-lenggok sementara di atasnya, Fern berteriak-teriak panik, tak kalah paniknya, Ryong berteriak-teriak setengah menenangkan.

Motor masih melaju dengan lumayan kencang, menerobos portal yang setengah terbuka, hampir menabrak ayam, hampir masuk selokan dan lenggak-lenggoknya di jalan benar-benar meresahkan.

Sesampainya di kosku, Fern bersungut-sungut dan menggerutu. Ryong sibuk dengan kalimat-kalimat pembelaan.

"Jadi kamu sebenernya bisa enggak sih?" hardik Fern.

Ryong cengengesan, "Bisa, bisa. Aku bisa naik motor. Aku udah latian, tapi itu tadi pertama kali aku naik motor di jalan raya. Hehehe..."

"Ya ampung Ryong! Jadi selama ini kamu naik motornya dimana?" aku tanya dia.

"Di lapangan hehehehe..."

"ITU NAMANYA KAMU MASIH LATIAN!!!"

-----------------------------------------

Belum sampai setahun, Fern punya pacar baru. Vandra namanya. Dia digadang-gadang sebagai cowok yang kegantengannya sekelas artis ibukota tapi dengan catatan: dalam keadaan diam. Bahkan salah seorang kakak tingkat kami dengan terang-terangan berkata, "Vandra tuh kalo diem, diliatin doang gitu nilainya 9,5 dari 10, tapi sekalinya ngomong, langsung anjlok jadi 4,5."

Kenapa segitunya? Hmmm let's say... Dia... Apa ya bahasanya biar halus? Aha! Tidak terlalu pintar. Sebagai mahasiswa, otaknya hanya dipenuhi pikiran menikah untuk menghindarkan diri dari dosa pacaran dan bekerja dengan cara aktif memprospek orang lain agar menjadi downline MLM-nya.

Dia semacam tidak punya semangat kuliah sama sekali. Suatu sore di hari Minggu, kami berkumpul di kos Fern sepulang ia kencan dengan pacar barunya.

"Gimana nih first date?" goda Tyo.

"Halah first date apaan! Orang tuh ya kalau niat ngedate ya ngajakin kemana kek gitu, makan berdua atau nonton dah.... Lah ini?" Fern mulai membuka mulut. Wajahnya kusut.

"Bukannya tadi kamu turun?" tanyaku. Daerah tempat kami tinggal ada di atas bukit jadi jika kami pergi ke kota maka orang biasa menyebutnya turun.

"Turuuuuun... Iya... Pergi ke hotel tadi itu. Di sana loh, di Jalan Gajahmada. Hotel kecil lah..." cerita Fern dengan wajah yang masih kusut.

"What? Hotel? Kalian kencan pertama dan langsung ke hotel? Kok kamu mau sih Fern!" gerutu Ryong gemas.

"Kamu kira aku langsung mau apa! Ya enggaklah. Dia tuh ngerayu sampe bibirnya njudir. Aku males deh denger ocehannya. Udah, pokoknya aku males banget. Jadi aku mau diajak ke sana itu karena aku saking malesnya denger ocehan dia dan bete gitu loh, yaudah lah aku layanin, tapi awas aja kalo besok-besok gini lagi!" Fern bercerita dengan berapi-api.

Tyo cekikikan, bertanya dengan santai pada Fern, "Jadi ngapain aja di hotel?"

"Tepuk tangan! Tereak-tereak!" jawab Fern ketus.

"Maksudnya?" tanyaku dan Ryong bersamaan.

"Jadi, sebelum kamu jadian sama orang, cek dulu deh mendingan apakah dia ikut MLM atau enggak. Terutama MLM obat-obatan yang kasih membernya kapal pesiar itu. Kalau calon pacarmu ikut, mendingan bubar aja, ga usah pacaran! Jangan sampe bernasib sama kayak aku. Pertama kencan diajak ke hotel. Bukan buat mesum, bukan! Buat ikut seminar! IKUT SEMINAR! Jadi di dalemnya itu semacam acara buat memprospek orang luar secara besar-besaran biar pada gabung, terus ada pembagian award. Mr.X dapet motor, Mr.Y dapet tiket jalan-jalan ke luar negeri, Mr.Z dapet kapal pesiar dan lain-lain. Terus rasa-rasanya setiap saat kita disuruh tepuk tangan. Asli! Banyak banget acara tepuk tangannya. Duh pusing deh. Mending disuruh ngajar anak TK! Tepuk tangan diiringi dengan nyanyian. Yang ini? Oh no, aku trauma! Trauma!!!!" serentetan cerita dari Fern membuat kami bertiga mengangguk-angguk tanpa pernah mengerti kenapa dia sampai setrauma itu dengan seminar MLM di hotel.

-----------------------------------------

Kami terus bersahabat. Tyo yang kisah asmaranya naik turun selama masa kuliah, Fern yang sempat menjadi Ratu Reporo tahun 2007, Ryong yang masa kuliahnya lebih lama dari kami karena sempat tertunda karena kesibukannya menjadi Duta Wisata dan aku yang masih begini-begini saja.

Tyo, yang IPKnya tidak pernah kurang dari 3.5 akhirnya berangkat ke US beberapa waktu setelah kami lulus kuliah. Fern mendapatkan tambatan hatinya lewat mig33 yang kemudian menjadi suaminya. Ryong mengalami kesedihan hidup ditinggal ayah dan ibunya berpulang ke sisi Tuhan dan aku yang masih begini-begini saja.


Beberapa bulan sebelum Tyo berangkat untuk menempuh master degree-nya di US, kami berencana liburan ke Jepara, tempat kelahiranku dan Fern. Aku sudah di rumah duluan kala itu. Fern pulang naik mobil travel sementara Tyo dan Ryong menguntit mobil travel Fern dengan naik motor.

Baru saja Fern naik mobilnya, kecelakaan terjadi. Bukan kecelakaan besar namun lumayan menggelikan bagi kami berempat. Kala itu Tyo berboncengan dengan Ryong berada di belakang mobil travel tersebut. Nampaknya si supir tidak mengetahui keberadaan mereka. Setelah Fern naik, si supir memundurkan mobilnya hingga menabrak motor Tyo. Hancurlah slebor depan motornya.

Maka dengan motor ringsek, mereka menghabiskan liburannya di kota tanah kelahiran kami. Bahagia rasanya.

-----------------------------------------

Sekarang, kami berempat ada di tempat peraduan masing-masing. Fern di Jepara, kadang ke Tegal untuk menemui mertuanya dan kadang ke Semarang untuk menyelesaikan studi S2-nya yang tidak selesai-selesai.

Ryong di Pekalongan, hidup sendiri di rumahnya dengan menyibukkan diri mengajar dan bermain game online. Sesekali dia mengajak berkaraoke online lewat aplikasi. Lalu curhat di FB dan chatting bersama kami.

Tyo ke US lagi, menempuh program doktoralnya di usia kepala dua. Nampaknya dia harus belajar keras karena tuntutan studi dan belajar hidup lebih keras karena isu-isu keagamaan yang sedang memanas di sana.

Aku masih begini-begini saja, hidup di Bekasi bersama suami dan anakku yang balita. Belum memiliki achievement apa-apa selain beberapa kali lolos dari kematian. Namun mereka bertiga tak pernah meninggalkanku, meski aku masih begini-begini saja.

Mereka datang berbuka bersama di rumah mertuaku yang lumayan jauh, mereka mengajak liburan ke pemancingan bersama, mereka datang menjenguk bayiku, mereka membantu mencarikan darah ketika aku membutuhkannya, mereka menyemangatiku tanpa henti, mereka di sana, namun ruh mereka ada di satu bilik dalam hatiku yang tidak akan pernah ditempati oleh orang lain.

Itulah rindu. Semakin kita memberi ruang dalam hati, semakin sakit pula rasanya jika rindu datang.

Merindukan mereka seperti mendamba angin di kaki gunung es. Kenapa harus merindu jika angin selalu datang menerpa? Kenapa harus mendamba jika ketika ia datang, tusukan rasa dingin mendera? Tapi itulah rindu. Semakin kita memberi ruang dalam hati, semakin sakit pula rasanya jika rindu datang. Namun bagiku, sedingin apa angin ini, ada rasa yang selalu bisa kunikmati.

Berbahagialah kalian semua di sana, semoga tahun ini kita berempat bisa berkumpul lagi menciptakan cerita-cerita lain yang layak dibagi.

Bekasi, 10 Februari 2017 02.19 am




Author : Aicha
Pict Source : Here

0 komentar: